Translate

Minggu, 10 Maret 2019

SELAMAT DARI GEMPA DAN TSUNAMI PALU KESAKSIAN WINNY WENNY FRANSISCA 28 SEPTEMBER 2018



Kesaksian Winny Wenny Fransisca Tumalun, Saat Kejadian Gempa dan Tsunami di Palu, 28 SEPTEMBER 2018

Ndak pernah terpikir dalam benakku kalo kejadian yang selama ini hanya kusaksikan lewat Youtube akan dahsyatnya gempa dan tsunami ini ternyata bisa kurasakan dan alami sendiri, dan itu meninggalkan trauma yang mendalam bagiku.

Cerita dimulai dengan otw Palu for buying something with jagoanku Sebastian Putra Elkana Nababan, great moms Meity Londa and driver Greenly Patrick Pollo. And then dalam perjalanan pulang ke rumah menyusuri tepian laut, tiba-tiba kejadian yang menyeramkan itu terjadi..😢

Mobil bergoyang dengan sangat keras dan tidak bisa dikendalikan saking kencangnya goncangan itu dan mobil pun berhenti tepat dipinggir laut antara Pertamina dan Masjid terapung...

Kemudian kami keluar dari mobil, hampir saja aku dan anakku terhempas ke laut, karena kuatnya goncangan dan angin yang seakan-akan ingin menarik kami ke laut...

Satu kata yang bisa aku ucapkan, "Tuhan Yesus Tolong kami..." Sekuat tenaga ku tarik kerah baju anakku melawan goncangan gempa yang kuat dan lama dan posisi aspal mulai terbelah...dengan susah payah kami berusaha bersama-sama (aku, anakku Tian, ibu Pollo dan Rendy) dan ketika gempa mulai agak mereda, Rendy berinisiatif mengambil mobil kembali, namun seketika itu juga kami menoleh kearah laut....air laut surut dan tidak membutuhkan waktu lama ombak warna hitam bergulung menuju ke arah kami...

Kami mendengar teriakan "kasih biar saja mobil...lari!" Kami pun lari. Namun apalah dayaku, dengan keterbatasan fisik karena jantungku bermasalah, aku tak bisa lari lagi. Aku pasrah pada keadaan. Aku bilang sama Rendy, Rendy yang kuanggap sudah seperti adik buatku, "Tolong selamatkan anakku,bawa dia lari, biarkan saja aku. Aku sudah tidak kuat, aku pasrah " 😭😭

Semakin kuat gemuruh air di belakang kami dan Rendy menjawab dengan intonasi yang tinggi, "Tidak kak Wen..kalo memang mati, kita berempat, tapi kak Wen harus kuat. Ayo cepat lari, kata Rendy sambil menarik tanganku.

Anakku tiba-tiba memegang tanganku dengan kuat dan bilang, "Mama bakuat neh, Tian pegang tangan mama". Air mataku tumpah...dan aku berteriak, "Tuhan Yesus tolong kami..beri aku kekuatan!"

Dan anehnya, tsunami dibelakang kami seakan tertahan dibelakang. Kaki kami tidak tersentuh air tsunami setetespun. Dahsyatnya Tuhan Yesusku



Kami pun tetap berlari, kemudian setelah jauh dari pantai, kami berjalan, mencari tempat yang menurut kami aman. Aku merasa nafasku kembali sesak, bibir dan tenggorokan pun kering, bernafas ngos-ngosan..sesak sekali

Jauh sekali jarak yang kami tempuh dengan tubuh bagai robot berjalan tanpa alas kaki, aku ditarik anak dan adik Rendy. Mereka berdua bagaikan pahlawan bagiku saat itu. Singkat cerita, sampailah kami dibawah kaki gunung, yang secara pemikiran manusia, sangat imposible banget dapat kucapai, mengingat keterbatasan fisikku. Namun puji Tuhan, bisa sampai di tempat itu dengan ribuan pengungsi lainnya.

Dan untuk melewatinya butuh proses dengan mengalami beberapa kali gempa yang lumayan keras, melihat orang patah, luka, bahkan meninggal. Aku sangat shock berhadapan dengan keadaan yang sungguh sangat mengerikan ini.

Tidur di lapangan terbuka bebatuan di bawah kaki gunung tanpa makanan, dan tidur beralaskan batu dan tanah. Berpayung langit bulan dan bintang dengan beragam perasaan dan tanya dalam hati, "How about my husband, my nephew? Apakah mereka selamat atau..? Tuhan tolong selamatkan dan lindungi mereka, persatukan kami dengan segala selamat..,rintihku dalam doaku..

I can't sleep...menikmati alam terbuka dan dingin yang menusuk pori-pori. Untunglah di tempat pengungsian ini, kami dipertemukan dengan seorang Brimob, Pak Sidik yang baik hati. Kebetulan sudah kenal dengan beliau, karena beliau ini adalah teman suamiku. Beliau memberikan jaket untuk anakku dan sarung untuk kami pakai tidur. Terimakasih banyak Pak Sidik

Dan pagi pun menjelang dengan perut lapar namun tak tau harus makan apa. Tidak ada yang menjual makanan. Warung tak ada yang buka. Uang pun tak ada artinya.

Dalam perjalanan mencari makanan, kami menjumpai pohon kersen dan mengambil buahnya sebagai pengganti makanan sambil minum air yang kami dapatkan sedikit dari tempat kami mengungsi. Sangat miris keadaan kami, tapi begitulah kenyataannya

Puji Tuhan kami selalu dipertemukan dengan orang-orang baik, kami dijamu makan, istirahat dan juga diberi pakaian. Thanks a lot buat ajus dan sebe Balaroa. Tuhan pasti akan membalas kebaikan ajus dan sebe

Tiga hari dua malam tidak berjumpa dan tidak ada kabar tentang suamiku, membuat hatiku menangis...tidak ada jaringan seluler, handphone lowbat, aliran listrik pun tak ada, jadi bagaimana hendak mencari atau memberi kabar?

Aku sangat merindukan suamiku apalagi anakku selalu menangis mencari menanyakan papanya. Hatiku hancur, perasaanku menjadi semakin tak menentu. Pikiran menjadi parno apalagi mendengar kabar bahwa banyak sekali korban akibat dahsyatnya gempa dan tsunami yang terjadi beberapa hari lalu. Pun tersiar kabar bahwa banyak aparat kepolisian dan tentara yang meninggal dunia 😢 oh God..

So, tadi pagi muncul tekadku bahwa bagaimana pun caranya, kami harus pulang. Dan, syukur puji Tuhan, ada seorang pak polisi yang sama-sama mengungsi, menawarkan bantuan, dan kami pun diantar sampai ke Polda.

Hanya bisa sampai Polda, karena bensinnya sudah menipis dan situasinya sulit mencari bensin. Dari Polda, aku minta tolong ke penjagaan yang kebetulan seorang Brimob yang sedang ditugaskan mencari kendaraan tujuan ke Mamboro tempat tinggalku. Seketika hatiku senang dan lega ketika ada info dari salah seorang Brimob, bahwa suamiku tidak kenapa-napa.. suamiku dalam keadaan sehat

Kami pun pulang ke Mamboro, dan sepanjang jalan hatiku meringis melihat suasana Kota Palu yang hancur lebur. korban meninggal dimana-mana..Sungguh pemandangan yang sangat mengharu-birukan batin...

Sesampainya dirumah, aku berharap segera menjumpai suamiku, namun kenyataannya rumah kami kosong, suamiku tidak ada di rumah. Saya diberi tau bahwa suamiku sedang mencari kami kemana-mana. Aku hanya berharap, suamiku segera menerima kabar bahwa kami selamat dan sudah pulang ke rumah. Kami pun sangat mengkuatirkan keadaannya.

Tetangga, sahabat, teman, saudara, rekan yang ada disekitar kami menyambut kami dengan beragam reaksi. Mereka sudah berpikir bahwa kami tidak selamat 😢 suasana rumah menjadi melankolis dengan berbagai cerita dari mereka. Terimakasih buat semua yang sudah peduli dengan kami

Mereka juga bercerita bahwa betapa sedih dan stressnya suamiku. Suamiku menangis mengingat kami dan berharap kami masih hidup dan selamat disuatu tempat pengungsian. Ia terus berupaya mencari informasi tentang kami. Mencari kemana-mana. Aku hanya bisa terharu dan sangat menyadari betapa ia sangat mengasihi kami..

Puncak keharuan adalah ketika suamiku kembali ke rumah, dan mendapatkan aku, anakku, Rendy, kami semua dalam keadaan sehat selamat. Tangisnya pecah tak tertahan. Antara haru, syukur, gembira yang membuncah. Ia terisak dengan sangat keras..bahkan hampir pingsan.

Sungguh, aku tak menyangka lelaki tegar yang selama ini kukenal, ternyata bisa rapuh seperti itu oh, Tuhan..tak pernah ku lihat ia seperti ini sebelumnya. Kesedihannya sangat mendalam selama kami di pengungsian

Hal lain yang ku syukuri adalah bisa memilikimu dalam hidupku. Terimakasih Tuhan Yesus untuk semua kebaikan-Mu dalam keluargaku. Kaulah Tuhanku yang terhebat

Tidak ada komentar: