Kesaksian Winny Wenny Fransisca Tumalun, Saat Kejadian Gempa
dan Tsunami di Palu, 28 SEPTEMBER 2018
Ndak pernah terpikir dalam benakku kalo kejadian yang selama
ini hanya kusaksikan lewat Youtube akan dahsyatnya gempa dan tsunami ini
ternyata bisa kurasakan dan alami sendiri, dan itu meninggalkan trauma yang
mendalam bagiku.
Cerita dimulai dengan otw Palu for buying something with
jagoanku Sebastian Putra Elkana Nababan, great moms Meity Londa and driver
Greenly Patrick Pollo. And then dalam perjalanan pulang ke rumah menyusuri
tepian laut, tiba-tiba kejadian yang menyeramkan itu terjadi..😢
Mobil bergoyang dengan sangat keras dan tidak bisa
dikendalikan saking kencangnya goncangan itu dan mobil pun berhenti tepat
dipinggir laut antara Pertamina dan Masjid terapung...
Kemudian kami keluar dari mobil, hampir saja aku dan anakku
terhempas ke laut, karena kuatnya goncangan dan angin yang seakan-akan ingin
menarik kami ke laut...
Satu kata yang bisa aku ucapkan, "Tuhan Yesus Tolong
kami..." Sekuat tenaga ku tarik kerah baju anakku melawan goncangan gempa
yang kuat dan lama dan posisi aspal mulai terbelah...dengan susah payah kami
berusaha bersama-sama (aku, anakku Tian, ibu Pollo dan Rendy) dan ketika gempa
mulai agak mereda, Rendy berinisiatif mengambil mobil kembali, namun seketika
itu juga kami menoleh kearah laut....air laut surut dan tidak membutuhkan waktu
lama ombak warna hitam bergulung menuju ke arah kami...
Kami mendengar teriakan "kasih biar saja
mobil...lari!" Kami pun lari. Namun apalah dayaku, dengan keterbatasan
fisik karena jantungku bermasalah, aku tak bisa lari lagi. Aku pasrah pada keadaan.
Aku bilang sama Rendy, Rendy yang kuanggap sudah seperti adik buatku,
"Tolong selamatkan anakku,bawa dia lari, biarkan saja aku. Aku sudah tidak
kuat, aku pasrah " ðŸ˜ðŸ˜
Semakin kuat gemuruh air di belakang kami dan Rendy menjawab
dengan intonasi yang tinggi, "Tidak kak Wen..kalo memang mati, kita
berempat, tapi kak Wen harus kuat. Ayo cepat lari, kata Rendy sambil menarik
tanganku.
Anakku tiba-tiba memegang tanganku dengan kuat dan bilang,
"Mama bakuat neh, Tian pegang tangan mama". Air mataku tumpah...dan
aku berteriak, "Tuhan Yesus tolong kami..beri aku kekuatan!"
Dan anehnya, tsunami dibelakang kami seakan tertahan
dibelakang. Kaki kami tidak tersentuh air tsunami setetespun. Dahsyatnya Tuhan
Yesusku
Kami pun tetap berlari, kemudian setelah jauh dari pantai,
kami berjalan, mencari tempat yang menurut kami aman. Aku merasa nafasku
kembali sesak, bibir dan tenggorokan pun kering, bernafas ngos-ngosan..sesak
sekali
Jauh sekali jarak yang kami tempuh dengan tubuh bagai robot
berjalan tanpa alas kaki, aku ditarik anak dan adik Rendy. Mereka berdua
bagaikan pahlawan bagiku saat itu. Singkat cerita, sampailah kami dibawah kaki
gunung, yang secara pemikiran manusia, sangat imposible banget dapat kucapai,
mengingat keterbatasan fisikku. Namun puji Tuhan, bisa sampai di tempat itu
dengan ribuan pengungsi lainnya.
Dan untuk melewatinya butuh proses dengan mengalami beberapa
kali gempa yang lumayan keras, melihat orang patah, luka, bahkan meninggal. Aku
sangat shock berhadapan dengan keadaan yang sungguh sangat mengerikan ini.
Tidur di lapangan terbuka bebatuan di bawah kaki gunung tanpa
makanan, dan tidur beralaskan batu dan tanah. Berpayung langit bulan dan
bintang dengan beragam perasaan dan tanya dalam hati, "How about my
husband, my nephew? Apakah mereka selamat atau..? Tuhan tolong selamatkan dan
lindungi mereka, persatukan kami dengan segala selamat..,rintihku dalam doaku..
I can't sleep...menikmati alam terbuka dan dingin yang
menusuk pori-pori. Untunglah di tempat pengungsian ini, kami dipertemukan
dengan seorang Brimob, Pak Sidik yang baik hati. Kebetulan sudah kenal dengan
beliau, karena beliau ini adalah teman suamiku. Beliau memberikan jaket untuk
anakku dan sarung untuk kami pakai tidur. Terimakasih banyak Pak Sidik
Dan pagi pun menjelang dengan perut lapar namun tak tau harus
makan apa. Tidak ada yang menjual makanan. Warung tak ada yang buka. Uang pun
tak ada artinya.
Dalam perjalanan mencari makanan, kami menjumpai pohon kersen
dan mengambil buahnya sebagai pengganti makanan sambil minum air yang kami
dapatkan sedikit dari tempat kami mengungsi. Sangat miris keadaan kami, tapi
begitulah kenyataannya
Puji Tuhan kami selalu dipertemukan dengan orang-orang baik,
kami dijamu makan, istirahat dan juga diberi pakaian. Thanks a lot buat ajus
dan sebe Balaroa. Tuhan pasti akan membalas kebaikan ajus dan sebe
Tiga hari dua malam tidak berjumpa dan tidak ada kabar
tentang suamiku, membuat hatiku menangis...tidak ada jaringan seluler,
handphone lowbat, aliran listrik pun tak ada, jadi bagaimana hendak mencari
atau memberi kabar?
Aku sangat merindukan suamiku apalagi anakku selalu menangis
mencari menanyakan papanya. Hatiku hancur, perasaanku menjadi semakin tak
menentu. Pikiran menjadi parno apalagi mendengar kabar bahwa banyak sekali
korban akibat dahsyatnya gempa dan tsunami yang terjadi beberapa hari lalu. Pun
tersiar kabar bahwa banyak aparat kepolisian dan tentara yang meninggal dunia 😢 oh God..
So, tadi pagi muncul tekadku bahwa bagaimana pun caranya,
kami harus pulang. Dan, syukur puji Tuhan, ada seorang pak polisi yang
sama-sama mengungsi, menawarkan bantuan, dan kami pun diantar sampai ke Polda.
Hanya bisa sampai Polda, karena bensinnya sudah menipis dan
situasinya sulit mencari bensin. Dari Polda, aku minta tolong ke penjagaan yang
kebetulan seorang Brimob yang sedang ditugaskan mencari kendaraan tujuan ke
Mamboro tempat tinggalku. Seketika hatiku senang dan lega ketika ada info dari
salah seorang Brimob, bahwa suamiku tidak kenapa-napa.. suamiku dalam keadaan
sehat
Kami pun pulang ke Mamboro, dan sepanjang jalan hatiku
meringis melihat suasana Kota Palu yang hancur lebur. korban meninggal
dimana-mana..Sungguh pemandangan yang sangat mengharu-birukan batin...
Sesampainya dirumah, aku berharap segera menjumpai suamiku,
namun kenyataannya rumah kami kosong, suamiku tidak ada di rumah. Saya diberi
tau bahwa suamiku sedang mencari kami kemana-mana. Aku hanya berharap, suamiku
segera menerima kabar bahwa kami selamat dan sudah pulang ke rumah. Kami pun
sangat mengkuatirkan keadaannya.
Tetangga, sahabat, teman, saudara, rekan yang ada disekitar
kami menyambut kami dengan beragam reaksi. Mereka sudah berpikir bahwa kami tidak
selamat 😢 suasana
rumah menjadi melankolis dengan berbagai cerita dari mereka. Terimakasih buat
semua yang sudah peduli dengan kami
Mereka juga bercerita bahwa betapa sedih dan stressnya
suamiku. Suamiku menangis mengingat kami dan berharap kami masih hidup dan
selamat disuatu tempat pengungsian. Ia terus berupaya mencari informasi tentang
kami. Mencari kemana-mana. Aku hanya bisa terharu dan sangat menyadari betapa
ia sangat mengasihi kami..
Puncak keharuan adalah ketika suamiku kembali ke rumah, dan
mendapatkan aku, anakku, Rendy, kami semua dalam keadaan sehat selamat.
Tangisnya pecah tak tertahan. Antara haru, syukur, gembira yang membuncah. Ia
terisak dengan sangat keras..bahkan hampir pingsan.
Sungguh, aku tak menyangka lelaki tegar yang selama ini
kukenal, ternyata bisa rapuh seperti itu oh, Tuhan..tak pernah ku lihat ia
seperti ini sebelumnya. Kesedihannya sangat mendalam selama kami di pengungsian
Hal lain yang ku syukuri adalah bisa memilikimu dalam
hidupku. Terimakasih Tuhan Yesus untuk semua kebaikan-Mu dalam keluargaku. Kaulah
Tuhanku yang terhebat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar