Kesaksian
Samaa Habib Berhadapan Muka Dengan YESUS
Ini adaalah kisah nyata
perjalanan rohani seorang wanita ex-Muslim dari sebuah negara di Timur Tengah
yang sedang menghadapi perang sipil. Ringkasan cerita di bawah ini diambil dari
buku kesaksiannya: Face to Face with Jesus: A Former Muslim’s Extraordinary
Journey to Heaven and Encounter with the God of Love by Samaa Habib & Bodie
Thoene
Perang Sipil membawanya ke
kursus Taekwondo dan berjumpa Yeshua
Samaa Habib lahir dari
keluarga Muslim di sebuah negara Islam yang berpenduduk 98% Muslim dan dimana
para radikal Muslim menganggap mutad ke Kristianiti sebagai penghianat yang
layak untuk dihukum mati.
Ayah Samaa adalah seorang
ahli hukum dan professor dalam bidang philosophy dan sekaligus seorang Mullah,
pemimpin dan guru agama Islam. Ibunya juga seorang professor dalam bidang
bahasa menguasai tiga bahasa; ibunya memberi sepuluh anak laki dan perempuan
bagi ayahnya dan Samaa adalah puteri bungsu mereka.
Perang sipil antara Muslim
Sunni dan Shia* telah membuat ekonomi negaranya menjadi sulit sampai tingkat
kelaparan. Kekerasan yang dibuat oleh kedua pihak yang berperang telah menbuat
banyak orang muslim termasuk Samaa haus mencari hubungan intim dengan Allah.
Namun Allah tidak menjawab.
Kehidupan Samaa berubah secara drastis ketika ia mulai mengikuti kelas gratis Taekwondo (ilmu bela diri asal Korea), yang dipimpin oleh seorang missionari. Pria Kristen ini dengan berani berbicara secara terbuka tentang Yeshua dan Injil pada kelas-kelas Taekwondonya. Di sinilah Samaa menerima Alkitab untuk Anak-anak, saat itu ia berumur 14 tahun.
Ia mulai berkunjung ke
gereja dan menerima mimpi dimana Yeshua menampakkan diri-Nya kepada dia. Sejak
itu dia mulai berdoa untuk keluarganya. Anianya mulai melanda dirinya; saudara
laki-lakinya memukulinya, dibenci oleh ayahnya dan mendapat ancaman dari par
tetangganya. Ia sempat diserang beberapa kali, namun bagaimanapun ia
mendapatkan perlindungan yang khusus dari Elohim dan tetap bersaksi.
Tentang pindahnya Samaa dan kakak-kakak wanitanya dari Islam ke Kristianiti ia menulis, ”Dalam Islam ayahku akanlah ada dibenarkan untuk membunuh kami.” [Namun, sama sekali tidak dibenarkan di dalam Kristianiti; pindah agama tidak bisa dijadikan alasan untuk melanggar 10 Perintah YAHWEH: “Jangan Membunuh!”, Keluaran 20:13]
Tentang pindahnya Samaa dan kakak-kakak wanitanya dari Islam ke Kristianiti ia menulis, ”Dalam Islam ayahku akanlah ada dibenarkan untuk membunuh kami.” [Namun, sama sekali tidak dibenarkan di dalam Kristianiti; pindah agama tidak bisa dijadikan alasan untuk melanggar 10 Perintah YAHWEH: “Jangan Membunuh!”, Keluaran 20:13]
Singkat cerita, enam dari
10 anak-anak Habib dan juga isterinya sudah berpindah ke Kristianiti, sementara
ayahnya tetap di dalam Islam. Perang sesama kelompok Islam di negaranya dan
prilaku baik dari keluarganya yang Kristen telah membuka mata ayahnya –
menjadikan ia toleran terhadap Kristianiti.
Ibadah Minggu Gereja yang
tidak terlupakan; “Itu bukanlah pesan yang menggembirakan, namun …”
“Kamu perlu makan pagi,”
kakaknya berkata kepada Samaa sambil memberikan secangkir teh ketika melihat
adiknya memeluk semua saudara-saudarinya dan memberi mereka ciuman pagi untuk
segera pergi ke latihan koor bagi ibadah Minggu yang tidak akan terlupakan bagi
keluarga Habib, khususnya dirinya sendiri.
Saya minun teh itu
secepatnya sebelum mengambil sebuah delima dari mangkok buah dan berkata,
“Tidak punya waktu lagi. Saya akan bernyanyi di koor dan ingin mengunjungi
Adila sebelum praktek.” Adila kakak kandung perempuan Saaba hanya satu tahun
lebih tua darinya. Adila sedang menjalani praktek kerja pelayanan gereja
setelah ia menyelesaikan pelajaran Alkitab di Eropa, dan ia tinggal di gereja.
Bapanya memasuki dapur.
“Sampaikan kasihku pada saudari mu Aila. Bawa dia pulang ke rumah. Mengapa ia
tinggal di gereja sementara ia memiliki rumah dan ibu dan bapa?”
Saya akan sampaikan ke dia,
papa. Tetapi papa tahukan itu adalah bagian dari sekolahnya.”
”Katakan kepadanya bahwa
saya sayang padanya. Dan saya sayang kamu juga, putri kesayanganku,” papa
bekata.
Saya mencium dia dan lari ke luar pintu.
”Selamat ya, putriku
tersayang,” ia menjerit kepada ku. Pada saat itu, apakah ayahku merasakan
sesuatu yang akan terjadi?
Saya secara pribadi tidak merasakan ancaman dari para terorris. Sebaliknya gereja kami telah diancam oleh orang pemerintah, Komisi untuk Masalah-masalah Agama telah mengancam untuk mencabut ijin gereja sebab kami telah mengadakan penginjilan di ibukota.
Kami semua tidak takut sama
sekali. Sukacita dan damai Yeshua, yang melampaui segala pengertian telah
memenuhi hati-hati dan pikiran-pikiran kami.
Pada ibadah Minggu itu,
setelah jemaat menyanyikan lagu-lagu pujian, Missionari Johnny berkotbah sebab
pendeta sedang pergi ke tempat lain. Johnny berkotbah tentang ”bersiap
menghadapi aniaya” – ia menceritakan suatu cerita bagaimana seorang missionari
di RRC dianiaya oleh karena imanya. Ketika akhirnya ia berhasil lolos ia harus
hidup di atas kursi roda dan hidungnya telah terpotong. ”Itu bukan sebuah pesan
yang menggembirakan, namun YAHWEH telah berkata kepada ku bahwa aniaya sedang
datang,” kata Johnny dengan suara yang bergetar dan menambahkan, ”Kita harus ada
siap untuk itu. Yeshua telah dianiaya saat hidup-Nya. Ia menderita dan kita
akan juga. Apakah kalian siap dianiaya demi Dia? Apakah kalian siap mati untuk
Dia?”
Dan setelah Johnny selesai
berbicara ia kembali ke kursinya, asisten pendeta maju ke muka membacakan
Matius 16:13-19 – ”Ia bertanya kepada para murid-Nya, ’Kata orang, siapakah
Anak Manusia itu ? ….Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini? ….Maka jawab Simon Petrus:
Engkau adalah Mashiah (Mesias), Putra Elohim yang hidup! …’
Ia kemudian berhenti
sebentar lalu bertanya ke jemaat, ”Ketika seorang berkata kepada kalian,
’Siapakah Yeshua ini yang kamu bicarakan itu, Siapakah Dia?’ akankah kalian ada
cukup berani , meskipun jika kamu akanlah ada dianiaya , untuk berkata seperti
Petrus berkata: ‘Dia adalah Mashiah, Putra dari Elohim yang hidup.’”
Kolekte dilakukan dan lagu
Glory, Glory Halleluyah dinyanyikan, dan tiba-tiba kilatan cahaya memancar
diikuti suara yang menulikan telinga terdengar! Seluruh auditorium tiba-tiba
diliputi asap hitam yang pekat.
Samaa melihat rohnya
meninggalkan tubuhnya, meninggal dunia. Rohnya dibawa ke Sorga, melihat Yeshua.
Dan Adonai memberi dia pilihan untuk kembali ke bumi. Samaa memilih kembali ke
bumi untuk memberi hidupnya melayani Yeshua. Dia secara ajaib kembali sembuh
dari luka-lukanya yang parah meskipun ada dianiaya oleh para dokter dan suster
Muslim.
Dikemudian hari ia baru
tahu bahwa para terroris telah menaruh bom di gereja mereka, dan ia berdiri
tepat disebelah kanan bom yang meledak tersebut. Bom tersebut menelan beberapa
korban jiwa dan melukai banyak jemaat. Itu terjadi pada waktu ia berusia 19
tahun.
Ia tetap bersaksi, pertama sebagai pelayan restoran, lalu
sebagai seorang model dan karyawati real estate. Secara ajaib ia pergi ke
Amerika Serikat untuk sekolah misi. Sekarang ia berkeliling dunia untuk
membagikan kesaksiannya yang luar biasa tersebut.
Bodie Thoene adalah penyusun cerita kesaksian Samaa Habib. Ia penulis Amerika yang terkenal, telah menulis lebih dari 65 novel, dan telah menjual lebih dari 35 juta buku dan memenangkan delapan kali ECPA Gold Medallion Award.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar