SURGA DAN NERAKA KESAKSIAN IBU OEI KIAT NIO
Kesaksian
Ibu Oei Kiat Nio
Saya sudah membeli peti mati dan suami saya
meminta agar dicat warna jambu. Peti tersebut sudah ada orang Cirebon yang
membuat dengan tutup kaca yang indah. Bunga-bunga hiasan sudah ditaruh didalam
peti. Semua perlengkapan sudah berdatangn dan lengkap. Foto besar dan nyanyian
untuk kebaktian penghiburanpun sudah siap. Bahkan kartu ucapan terima kasihpun
sudah tercetak. Semua orang yang harus dihubungi sudah saya catat baik alamat
maupun nomor telpon.
Dari cerita yang saudara baca, maka kita akan
memiliki gambaran bagaimana seorang ibu Oei Kiat Nio, sangat siap untuk, dibawa
pulang ke surga. Dari buku kumpulan kesaksian perjalan ke sorga, maka saya
ingin menulis kisah yang ajaib, yang di alami oleh Istri Ev. Drg. Yusak Tjipto
Purnomo, yang telah mendampingi suaminya. Sampai sekarang telah menjadi oma.
Mendapat Mimpi
Kisah ini dimulai ketika, waktu saya sedang di
uji Tuhan, tepatnya waktu saya mau dipanggil pulang oleh Tuhan ke surga.
Pergumulan ini berawal ketika pada tanggal 7 januari 1989, anakku Iin lewat suratnya
mengabarkan bahwa dia sudah tiga kali berturut-turut bermimpi bahwa saya akan
di panggil pulang oleh Tuhan.
Secara berurutan dalam mimpi itu anakku Iin
melihat saya sakit parah, kemudian saya sudah mati dan suami saya mengatakan
bahwa saya segera berangkat ke surga. Kemudian anak saya terus menceritakan
kepada saya, dia terus berdoa dan berngumul apakah mimpi itu benar-benar
pernyataan dari Tuhan atau bukan. Setelah mendapat penyataan-penyataan itu, dia
segera memberitahukan kami, agar cepat-cepat memberikan kabar dan bila perlu
melalui interlokal agar lebih cepat, sebab dia penasaran sekali.
Namun sebelum itu anakku Iin minta kepada Tuhan,
bila memang sudah waktunya saya di panggil pulang Tuhan, maka Iin akan pulang
ke Bandung (sebab lin sekolah di DeIf -Belanda) dan ia ingin bertemu dahulu
untuk bersenang-senang terlebih dahulu dengan saya. Kami sekeluarga berdoa dan
bergumul baik secara bersama-sama, perorangan dan masing-masing meminta tanda
sendiri-sendiri pada Tuhan.
Minta petunjuk Tuhan
Saya sendiri berdoa, “Tuhan, kalau ini memang
pernyataanmu, tolong tunjukkan rumah saya di sorga.” Dan malam itu saya
bermimpi melihat sebuah rumah yang kosong belum berpenghuni, tidak begitu besar
tetapi memiliki pekarangan luas sekali dengan banyak tanaman bunga-bunga. Namun
bunga-bunga itu masih pada kuncup. Juga terdapat pepohonan buah-buahan. Tempat
duduk di taman itu terbuat dari batu marmer hitam mengkilap, jalannya juga dari
marmer. Saya menyangka itu rumah orang kaya di sorga.
Kebun rumah itu begitu luas, teratur, bahkan
bersih dan sangat indah. Misalnya ada sebuah pohon mangga yang di bawahnya
dikitari tanaman bunga aneka warna. Demikian tanaman lain berderet rapi menurut
jenisnya dan dalam keadaan segar tidak ada daun yang kering. Memang saya
mengidam-idamkan memiliki kebun besar seperti itu. Saya waktu mimpi itu tidak
menyadari bahwa kelak kebun itu adalah rumah saya.
Ketika saya ingin melihat keadaan rumah itu dari
dekat, ternyata ada tetangga yang memakai baju jubah putih melambaikan tangan
dan memberikan senyuman ramah sekali. Saya masuk ke rumah itu dari pintu dapur
dan perabotannya belum begitu penuh, agak kosong, setelah itu saya terbangun
dari mimpi saya.
Karena masing-masing sudah mendapatkan
pernyataan sendiri-sendiri maka saya merayakan hari ulang tahun saya sekaligus
perpisahan pada tanggal 18 Februari 1989. lin kami undang untuk pulang,
saudarasaudara kandung dan saudara-saudara seiman kami undang juga. Pak Yusak
berkhotbah sendiri dan is menguraikan segala pernyataan-pernyataan dan
pergumulan keluarga kami.
Ia membawakan firman dari Kejadian 22 mengenai
kepercayaan Abraham diuji oleh Tuhan. Kami sekeluarga menyanyi sambil diiringi
anak-anak sendiri.
Saya mulai sakit
Pada tanggal 20 Maret – 18 April 1989 kami
diundang untuk melayani di Sydney, Australia. Pak Yusak melayani di RC Keluarga
Bahagia sedang saya melayani kaum ibu dan Daniel Alexander melayani kaum muda.
Pada hari terakhir tinggal kesaksian, saya sudah tidak kuat lagi. Pagipagi jam
06.00 saya minta dipulangkan ke rumah adik. Kepala saya terasa pusing sekali
seperti banyak jarum yang menusuk. Keadaan udara di daerah RC di pegunungan
sangat dingin karena kebetulan sudah musim dingin, maka di rumah dipasang mesin
penghangat. Waktu itu pembuluh darah saya sudah mulai pecah.
Pada seluruh badan tiba-tiba muncul
bintik-bintik merah seperti demam berdarah. Mata saya buram seperti tertutup
selaput. Menurut suami saya, mata saya merah tertutup darah. Suami jadi sibuk
menggantikan pakaian saya, sebab peluh telah berubah jadi darah. Baru diganti, setelah
seperempat jam sudah basah dengan darah lagi, sehingga harus diganti lagi. Saya
jadi teringat akan sejarah Tuhan Yesus di taman Getsemani, “Lalu pergilah Yesus
ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun. Murid-murid-Nyajuga
mengikuti Dia. Setelah tiba di tempat itu Ia berkata kepada mereka: “Berdoalah
supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.” Kemudian Ia menjauhkan din i dari
mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Ia berlutut dan berdoa,
kataNya: “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku;
tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendakMulah yang terjadi.
” Maka seorang malaikat dari langit menampakkan
diri kepada-Nya untuk memberi kekuatan kepada-Nya. Ia sangat ketakutan dan
makin bersungguhsungguh berdoa. Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah
yang bertetesan ke tanah. Lalu Ia bangkit dari doa-Nya dan kembali kepada
murid-murid-Nya, tetapi Ia mendapati mereka sedang tidur karena dukacita.
Kata-Nya kepada mereka: “Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya
kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.” (Lukas 22:39-46)
Di Getsemani Tuhan Yesus berdoa, bergumul,
membayangkan penderitaan yang akan ditanggung-Nya, via Dolorosa – sampai Yesus
mati di kayu salib. Untuk menebus dosa saya dan saudara juga dosa seluruh isi
dunia. Betapa beratnya, betapa sakitnya, sampai Yesus sangat ketakutan dan
pembuluh-pembuluh rambut-Nya pecah, maka peluh-Nya bercampur dengan darah –
yang bertetesan ke tanah.
Memang darah benar-benar keluar. Itu adalah
darah betul, seperti sewaktu saya sakit di Sydney, pembuluh rambut darah saya
pecah, seluruh tubuh seperti ditusuk jarum. Rasanya pedih, perih dan kemudian
mengeluarkan darah. Rasanya sakit sekali, tetapi saya yakin apa yang dirasakan
Yesus jauh lebih berat, sebab saya hanya tiduran dan masih dikelilingi
orang-orang yang mengasihi saya.
Menurut dokter penyakit ini jarang didapat. Di
antara sepuluh ribu orang baru satu yang pernah terserang penyakit seperti itu.
Namanya pengeroposan di pembuluh darah. Tidak ada obatnya. Untuk memperpanjang
hidup harus dengan transfusi darah terus. Tidak boleh marah, tidak boleh olah
raga, jadi harus istirahat total. Mencegah peredaran darah jangan terlampau
cepat, kencang jalannya sehingga dapat menembus dinding pembuluh darah.
Pada saat itu suami saya sempat bertanya pada
Garuda Indonesia berapa ongkosnya apabila membawa jenasah ke Indonesia. Mereka
menjawab AUSD $ 4,000, tapi prosedurnya sangat sulit karena harus ada visum
dari dokter, polisi dan Kedutaan Indonesia dan sebagainya.
Orang yang melihat saya sudah tidak tahan,
suami, adik, saudara dan saudari seiman, sedangkan Tuhan Yesus harus menanggung
sendiri, ditinggalkan oleh ibu, bapak, saudara dan murid-murid-Nya. Selama
tiga hari, antara sadar dan tidak sadar saya sepertinya berbicara sebentar
kepada suami saya yang dengan penuh kasih menunggui dan mendoakan terus. Saya
mendengarkan puji-pujian, kemudian saya merasakan seperti sedang diajak
jalan-jalan ke dunia maut.
Diperlihatkan Neraka
Saya merasa kasihan sekali dengan mereka yang
berada di alam maut (Hades) itu. Saya melihat laut, airnya deras sekali, di
dalamnya banyak manusia, tua dan muda, perempuan dan laki-laki meminta tolong.
Saya ingin agar saya dapat meraih mereka, ingin saya tolong. Tetapi di
pinggirnya ada seorang wanita cantik, bergaun panjang, merentangkan tangannya,
untuk menghalang-halangi saya, matanya begitu tajam dan begitu marahnya melihat
saya.
Kemudian saya melihat kuil-kuil seperti di Bali.
Para, imamnya memakai jubah putih. Saya berniat menolong manusia-manusia yang
diikat dan akan dipersembahkan tetapi saya tidak bisa. Kemudian saya melihat
sebuah pohon besar yang tua di tengah jalan, saya tengking dalam nama Yesus
agar minggir dari hadapan saya. Pohon itu terbelah menjadi dua dan dari
dalamnya keluar seorang tua, bungkuk, jenggotnya sampai di tanah. Masih banyak
lagi yang saya lihat namun saya tidak bisa menceritakan satu persatu. Karena
saya merasa itu mengerikan, menakutkan, dan kasihan.
Setelah saya lelah, saya berkata kepada Tuhan
“Tuhan saya lelah melihat yang seperti itu, saya sekarang ingin melihat yang
indah.”
Diperlihatkan Surga
Tak lama kemudian pemandangan menjadi berubah.
Terlihat taman yang memiliki hamparan rumput hijau dan di tengah-tengahnya ada
sebuah bangku putih yang terbalut bulu putih lembut sekali. Bulunya
melambai-lambai, seolah-olah mengundang saya untuk duduk di atasnya. Saya duduk
di atasnya dan sangat menyenangkan duduk di situ. Ketika itu saya melihat
anak-anak memakai baju putih sedang menari-nari seolah-olah terbang. Saya
meniru gerakan anak itu. Ternyata tambah lama tubuh saya terasa semakin ringan
dan saya dapat terbang turun naik. Saya merasakan kedamaian dan ketenangan di
dalam hati saya. Suasananya seperti siang tetapi tidak panas.
Saya baru bertanya di dalam hati, di mana ruang
untuk memuji Tuhan. Tiba-tiba saya sudah berpindah dari tempat itu. Saya masuk ke
ruang yang luas sekali di depan sana yang jauh jaraknya. Saya melihat Tuhan
duduk di tahta-Nya dengan penuh kemuliaan bercahaya sekali sehingga saya tidak
dapat melihat wajah-Nya. Di kanan berdiri enam orang, di kiri juga enam orang
memakai jubah putih panjang. Mereka adalah para Rasul. Kemudian orang yang
menyembah Dia berlutut kemudian tegak berdiri dan menyembah lagi sambil
berkata: “suci…suci…suci…” kemudian di belakangnya lagi, ada satu kelompok lagi
yang berdiri menyanyi dan memakai jubah putih. Mereka menyuarakan sopran I.
Kemudian ada satu batas lagi yaitu satu rombongan lagi dan saya masuk dibaris
ke 2 no. 4 dari sisi kanan, yaitu barisan sopran II.
Apabila kita masuk ke ruangan itu, maka kita
secara otomatis sudah langsung tahu di mana tempatnya. Barisan itu
berlapis-lapis sampai ke belakang. Bajunya semua sama, jubah putih panjang,
memakai tali di pinggang, leper yang berbentuk bulat, tetapi putihnya tidak
sama. Baris yang dekat dengan Tuhan Yesus, lebih putih dan bercahaya atau
bersinar, lebih ke belakang lebih suram, bahkan ada yang broken white.
Ada juga yang belum boleh masuk, mereka sedang
di luar halaman dan sedang diajari cara memuji (cara menyembah Tuhan).
Sembuh dari sakit dan kembali ke indonesia
Saya sadar kembali dan masih dikelilingi suami,
adik-adik dan saudara-saudara seiman. Kami berdoa meminta agar pelayanan selama
di Australia dapat diselesaikan dengan baik. Karena suami saya mendahulukan
Tuhan lebih dari saya, justru Tuhan menyembuhkan saya. Berangsur-angsur saya
sembuh total sampai sekarang dan dapat kembali ke Indonesia.
Kemudian kami kembali ke Indonesia. Sesampainya
di Indonesia kami memperoleh pernyataan-pernyataan lagi. Saya bermimpi ada
sebuah pesta pernikahan, saya yang menjadi pengantinnya. Saya harus siap jam
08.00 pagi. Saya berkata persiapan saya kurang dan tak mungkin selesai, mengapa
harus pagi-pagi benar. Saya minta diundur setengah jam. Saya diperbolehkan,
tetapi tidak boleh melewati jam 09.00 karena waktunya sudah menjadi giliran
orang lain.
Diberi tahu Tuhan bahwa saya mau dijemput Tuhan
pulang ke surga
Kami sekeluarga bergumul dan berdoa, demikian
juga saudara-saudara seiman baik yang dari Bandung maupun dari luar Bandung.
Pernyataan-pernyataan pun berdatangan kembali, ada yang melihat saya dengan
gaun pengantin yang indah berwarna putih berkilauan kebirubiruan. Ada yang
melihat saya dijemput kereta, keretanya penuh dengan bunga, dan sebagainya.
Karena yakin bahwa pernyataan-pernyataan itu
dari Tuhan, maka saya sudah bersiap-siap membeli tanah kuburan di Cipageran;
Cimahi. Tanah itu pun sudah disemen. Saya juga membeli peti mati dan suami saya
meminta agar dicat warna merah jambu. Ternyata sudah ada orang Cirebon yang
membuatkan dengan tutup kaca yang indah. Bunga-bunga hiasan pun sudah ditaruh
di dalam peti. Semua perlengkapan sudah berdatangan dan lengkap. Foto besar dan
nyanyian untuk kebaktian penghiburan pun sudah siap. Bahkan kartu ucapan terima
kasih pun sudah tercetak. Semua orang yang harus dihubungi sudah saya catat
dalam satu buku baik alamat maupun nomer telepon.
Kami adalah keluarga yang bahagia, saling
mengasihi. Saya kasihan melihat suami dan anak-anak yang akan saya tinggalkan
dan harus sibuk mempersiapkan segalanya, makanya segala keperluan pemakaman
telah saya siapkan dengan lengkap.
Seperti Abraham yang mempersiapkan kayu dan api
untuk korban bakaran, demikian pula keluarga saya yang menyiapkan untuk
kematian saya. Sebab iman yang terbesar adalah mengutamakan kehendak Bapa,
bukan kehendak kita sendiri.
Karena mimpinya jam 08.00 – 09.00 pagi, oleh kami
tafsirkan bulan Agustus tepat. Selama bulan Agustus dan September tahun 1989
rumah kami ramai, setiap hari banyak yang berdatangan baik dari Bandung maupun
dari luar kota. Sebagian dari mereka hanya ingin mengetahui kelanjutannya
tetapi ada juga yang ikut tegang dan berdoa mencari kehendak Tuhan. Saya
sendiri mengetahui bahwa apa yang Tuhan perbuat adalah yang terbaik untuk saya
dan keluarga. Saya tidak mengetahui apakah waktunya hari ini, besok atau sesaat
lagi.
Yang terpenting, saya sudah meminta ampun atas
segala dosa, menyucikan diri, hidup menyukakan hati Tuhan, menyerah total dan
bersiap dipanggil pulang oleh Tuhan. Pada akhirnya saya bermimpi lagi.
Sepertinya saya sudah siap pergi ke luar negeri dan pintunya sempit.
Orang-orang melewati pintu satu persatu. Di atas sebuah meja ada map-map yang
berisi surat-surat. Ada yang tebal dan ada yang tipis. Tiap orang harus melalui
pintu itu berurutan dan mengambil map masing-masing. Di atas map itu ditulis
nama masing-masing. Saya masuk dan mengambil map saya, ternyata mapnya tidak
ada dan sudah dirobek, jatuh di bawah meja. Surat-suratnya juga hilang. Saya
kaget dan bingung siapa yang mengambil surat-surat saya. Saya tidak jadi
berangkat. Dengan jelas saya mendengar suara yang berkata: “Kau lulus, tidak
jadi berangkat, ditunda.”
Saya keluar lagi dari ruang tersebut dan
kemudian saya terbangun. Saat itu juga Tuhan sudah bicara dengan suami saya dan
menyatakan bahwa kami lulus dan saya ditambah umur, sampai sekarang saya masih
hidup.
Dibawa beberapa kali ke surga untuk melihat
rumahku
Tuhan memberkati saya dengan menunjukkan rumah
saya di sorga sebanyak tiga kali. Yang pertama kali tahun 1989, waktu itu saya
melihat-lihat kebun yang luas dan indah juga rumah mungil yang indah. Saya baru
masuk dari pintu dapur lalu bangun. Yang kedua kalinya. tahun 1994, lima tahun
kemudian saya masuk di dalam rumah, ada meja kursi tamu (sofa). Juga ada lampu
kristal yang indah sekali sebagai dekorasi di ruang tamu. Dan penglihatan yang
terakhir pada tahun 1999, lima tahun kemudian lagi, saya dibawa masuk ke ruang
makan. Ada meja bulat susun yang atasnya dapat diputar. Rangka meja dan
kursinya dari emas putih dan mejanya dari kaca. Di atas meja panjang (yang ada
di belakang meja makan) di tepi tembok dinding terdapat tempat untuk toples-toples
kue-kue dari kristal terukir bunga mawar dan pegangan penutupriya juga terbuat
dari emas putih. Betapa indahnya semua itu.
Yang belum saya masuki atau saya lihat adalah
ruang (kamar) tidur. Saya sedang menantikan Tuhan menunjukkan itu pada saya.
Saudaraku jangan segan-segan berbuat baik atau
mengerjakan pekerjaan Tuhan yang ditugaskan kepadamu, sebab Tuhan
memperhitungkan apa yang kita buat, sebab tiap kali engkau menyelesaikan
tugasmu, kamu dapat upah. Untuk memperindah rumah dan dekorasi rumahmu di
sorga. Dalam segala hal jerih payah kita tidak akan pernah sia-sia.
“Sebab inilah yang telah diperdengarkan TUHAN
sampai ke ujung bumf! Katakanlah kepada puteri Sion: Sesungguhnya,
keselamatanmu datang; sesungguhnya, mereka yang menjadi upah jerih payah-Nya
ada bersama-sama Dia dan mereka yang diperolehNya berjalan di hadapan-Nya.
Orang akan menyebutkan mereka “bangsa kudus,” “orang-orang tebusan TUHAN,” dan
engkau akan disebutkan “yang dicari,” “kota yang tidak ditinggalkan.” (Yesaya
62:11-12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar