Dalam langkah-langkah terakhir menuju ke kematian dengan cara
dipenggal dan disalibkan bulan Agustus lalu, 11 orang pekerja Kristen pribumi
di dekat Aleppo, Suriah punya pilihan untuk meninggalkan daerah tersebut dan
tetap hidup. Anak laki-laki usia 12 tahun, putra pemimpin tim pelayanan
setempat juga bisa diampuni nyawanya jika menyangkal Kristus.
Para
penginjil pribumi ini tidak perlu tinggal di markas pelayanan mereka di desa
dekat Aleppo, Suriah. Malahan, direktur misi yang melatih mereka telah memohon
supaya mereka pergi. Selagi Negara Islam (ISIS), kelompok pemberontak lainnya,
dan tentara pemerintah Suriah menjadikan Aleppo sebagai zona perang pembantaian
dan kehancuran, ISIS telah mengambil alih beberapa desa terpencil. Para pekerja
pelayanan Suriah di desa-desa itu memilih untuk tetap tinggal supaya bisa
memberikan bantuan dalam nama Kristus bagi orang-orang yang masih hidup.
"Saya
telah meminta mereka pergi, namun saya juga memberi mereka kebebasan untuk
memilih," kata direktur misi, suaranya gemetar saat dia mengingat kembali
kematian mereka yang mengerikan. "Sebagai pemimpin mereka, seharusnya saya
mendesak mereka pergi."
"Mereka
tetap tinggal karena mereka percaya bahwa mereka dipanggil untuk membagikan
Kristus kepada orang-orang yang terjebak dalam baku tembak," katanya.
"Setiap
kali kami berbicara dengan mereka," kata direktur itu, "mereka selalu
mengatakan, 'Kami ingin tinggal di sini - Ini adalah apa telah Allah
perintahkan untuk kami lakukan. Ini adalah apa yang ingin kami lakukan.' Mereka
hanya ingin tinggal dan memberitakan Injil."
Mereka yang
memilih untuk tinggal mungkin tersebar dan bersembunyi di daerah lain, seperti
dilakukan anggota keluarga mereka yang masih hidup. Pada kunjungan ke keluarga
yang selamat di persembunyian, direktur misi itu memperoleh berita tentang
eksekusi yang kejam.
Para kerabat
mengatakan, militan ISIS pada tanggal 7 Agustus telah menangkap para pekerja
Kristen di sebuah desa yang namanya dirahasiakan demi alasan keamanan. Pada
tanggal 28 Agustus, para militan itu bertanya apakah mereka telah meninggalkan
Islam untuk menjadi Kristen? Ketika orang-orang Kristen itu membenarkannya,
para pemberontak itu bertanya apakah mereka ingin kembali kepada Islam?
Orang-orang Kristen itu mengatakan mereka tidak akan pernah meninggalkan
Kristus.
Pemimpin tim
berusia 41 tahun, anak bungsunya – usia 12 tahun – dan dua anggota tim
pelayanan lainnya berusia 20-an tahun diinterogasi di sebuah lokasi di desa
dimana militan ISIS telah menghimpun kerumunan. Pemimpin tim ini menggembalakan
lebih dari sembilan gereja rumah tangga yang dia bantu dirikan. Anaknya dua
bulan lagi berulang tahun yang ke-13.
Di hadapan
pemimpin tim dan para kerabatnya di kerumunan, para ekstremis Islam memotong
ujung jari anak itu dan memukuli dia, mengatakan kepada ayahnya bahwa mereka
akan berhenti menyiksa hanya jika dia, sang ayah, kembali kepada Islam. Ketika
pemimpin tim menolak, kerabatnya mengatakan, para militan ISIS kemudian
menyiksa dan memukulinya dan dua pekerja pelayanan lainnya. Ketiga orang ini
dan anak laki-laki itu akhirnya menemui ajalnya dalam penyaliban.
"Semuanya
disiksa sangat brutal dan kemudian disalibkan," kata pemimpin pelayanan.
"Mereka dibiarkan di salib selama dua hari. Tidak seorang pun diizinkan
untuk menurunkannya."
Para martir
ini tewas di samping tanda yang dipasang militan ISIS, yang mengidentifikasi
mereka sebagai "kafir."
Delapan
anggota tim pelayanan lainnya, termasuk dua wanita, dibawa ke tempat lain di
desa tersebut hari itu (28 Agustus) dan ditanyai pertanyaan yang sama di
hadapan orang banyak. Para wanita itu, usia 29 dan 33 tahun, mencoba untuk
memberitahu para militan ISIS bahwa mereka hanya berbagi damai dan kasih
Kristus dan bertanya apa yang salah dengan yang mereka lakukan sehingga pantas
menerima penganiayaan? Para ekstremis Islam kemudian memperkosa para wanita
itu, yang terus berdoa selama siksaan itu, dan menyebabkan pemimpin militan
ISIS memukuli mereka semuanya dengan lebih brutal.
Dua wanita
dan enam orang laki-laki ini berlutut sebelum dipenggal, mereka semuanya
berdoa.
"Penduduk
desa mengatakan beberapa berdoa di dalam nama Yesus, yang lain mengatakan
beberapa berdoa Doa Bapa Kami, dan lainnya mengatakan beberapa dari mereka
mengangkat kepala mereka untuk menyerahkan roh mereka kepada Yesus," kata
direktur misi. "Salah satu wanita itu memandang ke atas dan nampak hampir
tersenyum saat dia berkata, 'Yesus!'"
"Setelah
mereka dipenggal kepalanya, tubuh mereka digantung di salib," kata
direktur misi, suaranya serak. Dia telah melatih semua pekerja ini untuk
pelayanan penginjilan mereka, dan dia yang membaptis pemimpin tim dan beberapa
anggota yang lain.
Ratusan
mantan Muslim di desa-desa Suriah berada dalam bahaya ditangkap dan dibunuh
oleh ISIS, yang berjuang untuk mendirikan kekhalifahan dimana semua yang murtad
harus dihukum mati. Gereja bawah tanah di wilayah tersebut telah menjamur sejak
Juni 2014, ketika ISIS mulai meneror mereka yang tidak bersumpah setia kepada
khalifah, baik non-Muslim maupun Muslim. Akibatnya, potensi eksekusi skala
besar semakin meningkat bersamaan dengan meluasnya wilayah yang dikendalikan
ISIS.
"Ketika
kita mengerjakan proyek bersama-sama sekarang, kami mencoba untuk mengatakan,
'Ini hanya bagi orang-orang yang dianiaya, ini hanya bagi orang tua yang
kehilangan istri atau suami dan masih mempunyai anak,'" kata direktur
misi. "Hal ini sangat sulit. Jumlah ini besar. Kami terus melangkah dengan
iman, tetapi ini luar biasa besar."
Beberapa
kerabat dari orang-orang Kristen yang mati dibunuh masih tinggal di Suriah,
tidak dapat pergi karena mereka tidak mempunyai uang dan/atau dokumen yang
diperlukan untuk melintasi perbatasan. Dalam banyak kasus, mereka telah
kehilangan orang yang dicintai yang menjadi satu-satunya sumber penghasilan.
Pelayanan ini dibantu oleh Christian Aid Mission untuk menyediakan sumber daya
dan menemukan cara untuk mengevakuasi keluarga-keluarga ini melalui jalur
lainnya.
Banyak dari
anggota tim pelayanan juga tetap berada di Suriah. Christian Aid Mission
membantu mereka yang tidak atau tidak bisa pergi supaya bertahan hidup dan
beroperasi untuk menjangkau mereka.
"Bahkan
mereka yang pergi dari Suriah, mungkin juga menghadapi militan ISIS dan
penjahat lainnya di kamp-kamp pengungsi," kata pemimpin pelayanan lainnya
yang juga dibantu Christian Aid Mission. Dia berbicara mengenai seorang Muslim
dari Suriah utara yang sama seperti semua orang di daerah yang diambil alih
ISIS, dipaksa bergabung dengan kekhalifahan atau dibunuh.
Direkrut
bagi ISIS, dia meninggalkan negara itu setelah saudaranya tewas dalam
pertempuran. Putus asa dengan ISIS tetapi masih mengikuti Islam dan ajarannya,
bahwa orang Kristen dan Yahudi adalah "babi" haram, dia pergi ke
Amman, Yordania, selagi dia mendapati bahwa kerabatnya disana ada yang menerima
bantuan dari orang-orang Kristen.
"Seorang
Muslim, yang namanya dirahasiakan untuk alasan keamanan, pergi ke pertemuan
Kristen dengan tujuan membunuh para pekerja yang berkumpul di sana. Sesuatu
menahannya dari menjalankan rencananya, dan malam itu dia melihat Yesus dalam
mimpi," kata direktur misi.
"Keesokan
harinya ia datang kembali dan berkata, "Aku datang untuk membunuhmu, tapi
tadi malam saya melihat Yesus, dan saya ingin tahu apa yang Anda ajarkan –
Siapakah Dia ini yang menahan saya dari membunuhmu?'" kata direktur.
"Dia menerima Kristus dengan cucuran air mata, dan hari ini dia
benar-benar membantu dalam gereja, membantu orang lain. Kami berdoa bagi banyak
Saulus untuk berubah menjadi Paulus."
Kesedihan
pemimpin tim pelayanan yang kehilangan 11 pekerja dan salah satu anaknya bulan
lalu sangat mendalam, tetapi dia mengimani bahwa kesetiaan mereka bisa
mengubahkan hati para penganiaya itu.
"Mereka
terus berdoa keras dan membagikan Yesus sampai nafas terakhir mereka,"
katanya. "Mereka melakukan ini di hadapan penduduk desa sebagai kesaksian
bagi semua orang."
Dia meminta
doa bagi anggota keluarga yang masih hidup dan bagi dirinya sendiri.
"Hal-hal
seperti ini sangat berat bagi saya," katanya. "Apa kesalahan yang
dilakukan orang-orang itu sehingga layak mati? Apa yang terjadi adalah banyak
dan semakin banyak orang yang diselamatkan. Pelayanan ini semakin berkembang
dan berkembang – di masa lalu kita biasa berdoa bagi hanya satu orang dari
latar belakang Muslim supaya ia datang kepada Tuhan. Sekarang ini begitu banyak
sehingga kami hampir-hampir tidak dapat menangani semua pelayanan di antara
mereka."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar