Translate

Rabu, 20 Juli 2016

PENGANIAYAAN GEREJA TUHAN DI AKHIR ZAMAN


Peristiwa-peristiwa penganiayaan gereja akhir-akhir ini menunjukkan bahwa apa yang dikatakan Yeshua ini secara bertahap sudah mulai digenapi di seluruh dunia... 

Russia Melarang Pemberitaan Injil 

Russia sekarang telah memutuskan untuk kembali ke era Soviet lama. Undang-undang baru yang diinginkan Presiden Vladimir Putin ini, secara praktis berisi larangan total untuk membagikan Injil.   Undang-undang yang berlaku mulai 20 Juli, akan melarang penginjilan di mana pun di luar gereja atau area agama – termasuk rumah-rumah pribadi dan online – dan barangsiapa melanggarnya akan didenda. Hanya anggota-anggota tercatat dari organisasi agama yang boleh membagikan iman mereka, dan bahkan membicaran kesaksian informal di antara orang per orang dilarang.   

Larangan ini juga meliputi "berkhotbah dan berdoa" yang dilakukan di luar batas institusi agama yang "diakui secara resmi."  

 Undang-undang baru di Russia yang telah membuat kelompok-kelompok Kristen menyerukan hari doa dan puasa sebelum itu disahkan, akhirnya ditandatangani menjadi undang-undang dan sekarang akan membatasi bahkan perbincangan paling sederhana mengenai iman, demikian dilaporan. "Undang-undang baru ini mewajibkan setiap perbuatan penyebaran iman Kristen – bahkan pembicaraan biasa saja – harus mendapatkan ijin terlebih dahulu dari negara," dilaporkan Barnabas Fund, yang membantu orang-orang Kristen teraniaya di seluruh dunia. 

"Ini termasuk hal-hal sederhana seperti mengirim email undangan kepada seorang teman untuk datang ke gereja. Bahkan di dalam rumah pribadi, doa dan penyembahan hanya diijinkan bila tidak ada kehadiran orang non-Kristen," kata organisasi itu. "Gereja-gereja juga harus bertanggung jawab atas aktivitas anggota jemaatnya. Jadi misalkan, contohnya, seorang anggota jemaat membicarakan imannya dalam percakapan dengan rekan kerjanya, tidak hanya anggota jemaat itu saja tetapi gereja itu sendiri akan dihukum, dengan masing-masing individu dikenakan denda hingga 50.000 ruble (US$ 770)."   

Radio Free Europe melaporkan Presiden Russia Vladimir Putin menandatangani undang-undang "yang diperdebatkan" ini yang digembar-gemborkan sebagai penangkal terorisme.   Itu juga memperberat hukuman bagi ekstremisme dan kekerasan, meningkatkan kekuasaan pemerintah untuk melakukan pengawasan dan menjadikan kriminal siapa saja yang tidak melaporkan kejahatan tertentu kepada otoritas. Juga dilaporkan, "meningkatkan akses negara terhadap komunikasi pribadi, mengharuskan perusahaan telekomunikasi menyimpan seluruh rekaman percakapan telepon, pesan teks, pesan video, dan pesan gambar selama enam bulan dan menyediakan akses data ini bagi otoritas."   Program terenkripsi juga diharuskan memberikan kuncinya kepada otoritas, dan undang-undang itu juga "meningkatkan jumlah pelaku kriminal, karena remaja 14 tahun sudah dapat dituntut dan larangan aktivitas pengkhotbah agama."  

 Para kritikus menyebut itu tidak konstitusional dan nampaknya dipakai untuk "menekan perbedaan pendapat."   Russia Today melaporkan, tindakan keras ini dipicu pemboman pesawat penumpang A-231 di Mesir bulan Oktober lalu dan serangan teroris di Paris. Hukumannya, 10 tahun bagi yang terlibat terorisme internasional dan 15 tahun bagi yang mendanai kelompok teroris.   Barnabas Fund mengatakan Kristen Protestan di Russia "khawatir bahwa undang-undang baru itu utamanya akan dipakai sebagai senjata melawan mereka dan tidak digunakan terhadap Gereja Orthodox, yang lebih disukai Putin di masa lalu."   Ketika Barnabas Fund menyerukan hari doa untuk menentang rencana ini, laporan-laporan menyebutkan bahwa larangan mendiskusikan agama secara umum sejak lama sudah terjadi di negara-negara mayoritas Islam, yang melarangnya dengan alasan masalah kebebasan beragama, yang menyebutkan bahwa seseorang tidak boleh "menghina" agama lain.   

Anggota-anggota dewan penasihat pimpinan gereja Protestan di Russia telah meminta Putin membatalkan undang-undang tersebut.   Sergey Ryakhovsky, wakil ketua dewan, mengatakan bahwa amandemen terhadap "kebebasan berpikir dan hal-hal yang berhubungan dengan agama" tersebut ekstrem.   Dia mengatakan bahwa larangan seperti itu bahkan tidak ada di dalam rancangan Bolshevik yang "tidak beragama" pada tahun 1920.   Undang-undang itu, katanya, "melanggar hak-hak dasar dan kebebasan dalam lingkup kemerdekaan beragama." "Konstitusi Federasi Russia Artikel 28 mengatakan bahwa setiap orang dijamin kebebasan beragamanya, termasuk hak menyebarkan kepercayaannya secara bebas dan keyakinan-keyakinan lainnya."   

Dia juga menegaskan hukum internasional "yang tidak dapat dicabut tentang hak membagikan kepercayaan agama mereka."   Dia juga menyebutkan bahwa rencana ini "kontradiksi dengan Artikel 30 dari Konstitusi Federasi Russia." "Orang-orang percaya cenderung berbicara mengenai iman mereka, dan tidak ada hukum yang dapat melarangnya...," katanya. "Masa lalu Soviet mengingatkan kita berapa banyak orang dari berbagai agama dianiaya karena iman mereka, karena menyebarkan iman mereka, Firman Tuhan... Para orang tua kita tidak hanya membayar denda dan dimasukkan penjara karena "persekutuan ilegal," karena "hasutan agama," karena berkhotbah dan berdoa. Dan sekarang kita melihat jelas bahwa undang-undang ini membawa kita kembali ke masa lalu yang memalukan."   

China Merobohkan 2000 Salib 

Pemerintah China telah memperbarui tindakan keras terhadap orang-orang Kristen karena gereja bawah tanah terus menyebar seperti api kebakaran hutan.   Menurut beberapa laporan, pemerintah telah menyingkirkan lebih dari 2.000 salib di Provinsi Zhejiang saja dalam beberapa bulan terakhir. Lebih dari dua ribu salib sekarang ini telah disingkirkan secara paksa dari gereja-gereja sebagai bagian kampanye pemerintah untuk mengatur "tempat-tempat agama yang terlalu banyak."   Pimpinan nasional melancarkan perang suci memberantas Kekristenan di provinsi pantai Zhejiang hampir dua tahun lalu.   

Beberapa anggota masyarakat sejak saat itu telah ditangkap karena berusaha menghentikan usaha keras pemerintah untuk menekan iman Kristen.   Namun pejabat pemerintah kadang-kadang tidak hanya berhenti di situ saja, namun memutuskan untuk merobohkan seluruh gereja. Sejak permulaan tahun 2016, 49 gereja telah dihancurkan di Provinsi Zhejiang saja. Baru-baru ini, sekelompok orang percaya membangkang terhadap pemerintah dan kembali ke puing-puing gereja mereka untuk menjalankan ibadah. Jemaat Kristen berkumpul untuk beribadah di antara puing-puing gereja mereka yang dihancurkan, melawan aturan pemerintah Komunis China yang anti-Kristen. 

Jemaat gereja di Wenzhou, provinsi Zhejiang menjalankan ibadah doa meskipun bangunan gereja mereka dihancurkan oleh pejabat-pejabat pemerintah.   Gereja Zhuyang, yang merupakan gereja yang menerima sanksi pemerintah, ditaklukkan sebagai bagian dari gerakan penghancuran gereja yang belum pernah terjadi sebelumnya. 

Pada 20 Mei, gereja tersebut dihancurkan oleh kira-kira 100 pejabat pemerintah, mencabut ijin bangunan gereja meskipun fakta bahwa gereja tersebut sudah memiliki ijin pemerintah untuk beroperasi.   Anggota jemaat mengatakan bahwa satu-satunya alasan yang disebutkan pejabat atas penghancuran gereja tersebut adalah bahwa gereja "mentransformasi desa-desa di kota itu."   Menurut China Aid, ada undang-undang baru yang memaksa banyak gereja untuk"menyerahkan seluruh persepuluhan dan sumbangan mereka kepada otoritas negara." Pemerintahan komunis China di Provinsi Zhejiang menjalankan undang-undang baru yang mengharuskan sejumlah gereja menyerahkan seluruh persembahan persepuluhan dan sumbangan mereka kepada otoritas negara.   

Menurut organisasi Kristen non profit yang mendedikasikan untuk melayani gereja yang teraniaya di China, pejabat-pejabat daerah Pingyang di Wenzhou memaksa jemaat memberikan seluruh pendapatan gereja mereka kepada otoritas negara.   "Pejabat-pejabat pemerintah akan mencampuri urusan gereja, mengatur sumbangan kami dan beberapa proyek skala besar," seorang sumber mengatakan kepada China Aid.   Penganiayaan Gereja di Negara-negara Lain Laporan daftar pelanggaran mengerikan terhadap hak-hak asasi manusia pada orang-orang Kristen dan agama lain, yang dirilis oleh lembaga khusus Uni Eropa, menyerukan "digunakannya kekuasaan politik dan ekonomi untuk mengakhiri penganiayaan agama minoritas di seluruh dunia."   Menurut Laporan Tahunan Tingkat Kebebasan Beragama atau Kepercayaan di Dunia tahun 2015-2016, ada 53 negara yang sekarang ini memiliki undang-undang yang membatasi iman Kristen.   

Laporan itu menyampaikan adanya "larangan-larangan berat" terhadap keberadaan agama minoritas di seluruh dunia, khususnya orang-orang Kristen di Syria dan Iraq yang hampir musnah.   Dua orang ketua organisasi, Peter van Dalen dan Dennis de Jong, secara khusus menyoroti penderitaan orang-orang Kristen dan minoritas lain di tangan Negara Islam (Islamic State).   Van Dalen mengatakan, "Iman kita adalah inti dari martabat kemanusiaan kita – namun secara tragis, sekarang ini tidak semua orang merasakan kebebasan untuk berpegang dan menjalankan iman mereka. Kami telah menyaksikan hampir musnahnya orang-orang Kristen di Iraq dan Syria; kenaikan 150% persen insiden kekerasan agama di India sejak 2014; dan di Pakistan hukuman mati yang tidak adil berdasarkan tuduhan penghujatan terus berlangsung."

Orang Kristen Dipenggal dan Dibantai pada Paskah 2016 

Pada Minggu Paskah di Pakistan, 27 Maret 2016, seorang pembom bunuh diri meledakkan tubuhnya di dekat taman umum tempat bermain anak-anak, di mana orang Kristen sedang merayakan kebangkitan Tuhan mereka. Setidaknya 74 orang -- kebanyakan wanita dan anak-anak -- tewas dan hampir 400 terluka. "Ada daging manusia di tembok-tembok rumah kami," kata seorang saksi.   

"Kami mengaku bertanggung jawab terhadap serangan kepada orang Kristen yang sedang merayakan Paskah," kata kelompok yang berafiliasi dengan Taliban. Dalam pernyataan media, juru bicara kelompok ini mengatakan bahwa "mereka sengaja mentargetkan komunitas Kristen." "Kami telah menunggu saat ini," katanya.   Dari beberapa kejadian lain serangan mematikan di seluruh dunia, terhadap orang Kristen yang sedang merayakan Hari Rayanya, para pelakunya juga mengeluarkan pernyataan "telah menunggu saat ini." Bahkan "sel teroris yang menyerang Brussels bulan Maret, menewaskan 34, direcanakan hendak membantai mereka yang sedang beribadah pada perayaan Paskah di seluruh Eropa, termasuk Inggris, dikatakan kepala intelijen, menurut satu laporan.   

Yemen: "ISIS melaksanakan penyaliban Jumat Agung kepada pastor Katholik berkebangsaan India di Yemen, sesudah dia diculik tiga minggu sebelumnya dalam serangan di panti jompo, di mana empat suster ditembak mati," dilaporkan Daily Mail. Pastor Thomas Uzhunnalil, 56 tahun, pendeta Katholik berkewarganegaraan India, ditawan oleh Muslim bersenjata yang menyerang rumah panti jompo di Aden. Menurut Uskup Vienna, Christoph Cardinal Schönborn, Uzhunnalil telah disalibkan. Laporan terakhir menyatakan nampaknya ada indikasi Pastor Thomas sepertinya masih hidup dan "pembicaraan antara pemerintah India dan pemberontak Yemen masih berlangsung untuk memastikan pembebasannya."   

Sebelumnya di Yemen, empat orang Muslim bersenjata menyerang panti jompo di pelabuhan Aden, membunuh setidaknya 15 orang, termasuk empat suster dari Missionaris Amal Ibu Teresa. Dua dari suster itu berasal dari Rwanda, satu dari India, dan satu dari Kenya. Suster lainnya selamat dengan bersembunyi di dalam kulkas di dalam ruangan penyimpanan. Para penembak, yang sebelumnya mengatakan kepada penjaga panti jompo bahwa mereka datang untuk menjenguk ibu mereka, menyerbu rumah itu dengan senapan dan menembaki. Yang tewas termasuk dua pekerja wanita Yemen di fasilitas tersebut, empat orang jompo penghuni panti, dan seorang penjaga. Motif para penyerang tidak diketahui. Sesudah menyerang, mereka melarikan diri.   Di Skotlandia, seorang pria Muslim menikam pria Muslim lainnya sampai mati karena mengucapkan Selamat Paskah kepada orang Kristen. Asad Shah memposting di Facebook, menuliskan "Selamat Jumat Agung dan Paskah yang bahagia, khususnya kepada saudara Kristen sebangsaku yang terkasih" dan "Marilah mengikuti jejak nyata dari Yesus Kristus yang kudus dan terkasih dan dapatkan keberhasilan sesungguhnya di dunia akhirat." 

Polisi mengatakan, seorang pria Muslim 32 tahun ditahan, sehubungan dengan kematian Shah, dan mengakui bahwa serangan itu "dibenarkan oleh agama." Hukum Islam (Qur'an 5:52) melarang Muslim berpartisipasi atau mengucapkan selamat kepada non-Muslim untuk hari raya agama mereka, karena melakukan hal seperti itu artinya secara tidak langsung membenarkan kepercayaan-kepercayaan itu.   Russia: Seorang suster Muslim pengasuh kanak-kanak di Russia memenggal anak balita perempuan 4 tahun, Anastasia, yang sudah diasuhnya selama tiga tahun. Gulchehra Bobokulova, orang Chechen, pergi ke stasiun metro Moscow dan, selama 20 menit, mengayun-ayunkan potongan kepala gadis itu sambil berteriak, "Allahu Akbar" [Allah Maha Besar]. Sesudah ditangkap, dia berkata bahwa pembunuhan ini "adalah perintah Allah." Dalam bulan-bulan sebelum pembantaian itu, Bobokulova dikatakan telah menjadi "semakin religius." Dia mulai memakai hijab, dan mengatakan kepada putranya untuk sembahyang lima waktu setiap hari dan hidup menurut Sharia [hukum Islam]. Otoritas menyimpulkan bahwa, dia dinyatakan "gila", dan tidak akan menghadapi hukuman mati.   

Negara Timur Tengah: Islam radikal membunuh empat pekerja organisasi Kristen yang menterjemahkan dan mempublikasikan Alkitab. Wycliffe Associates mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa penyerang menembak dan menghancurkan seluruh peralatan di kantor penterjemahan Alkitab, namun tidak menyebutkan nama negera di mana serangan ini terjadi. Dua pekerja nampaknya tewas oleh tembakan, sementara dua lainnya menindih tubuh kepala penterjemah dan mati ketika "menahan pukulan-pukulan dari senjata para ektrimis yang sudah habis amunisinya." Mereka menyelamatkan nyawanya. Beberapa orang lain juga terluka dalam penyerbuan itu. Organisasi itu menjelaskan, tim yang tersisa telah bersumpah untuk menggandakan usaha mereka untuk menterjemahkan, mempublikasikan dan mencetak Injil.  

Bangladesh: Dua penyerang dengan senjata tajam membunuh Hossain Ali, 68 tahun, yang berpindah keyakinan kepada Kristen dari Islam pada tahun 1999. ISIS mengklaim bertanggung jawab terhadap pembunuhan murtadin Islam dalam tweet mereka: "Detasemen keamanan dari prajurit-prajurit Khalifah telah berhasil, dengan kemurahan Allah yang Maha Besar, untuk membunuh murtadin (Ali), yang berpindah keyakinan dan menjadi pengkhotbah politheisme Kekristenan."   Ada tambahan pernyataan bahwa pembunuhan itu "sebagai pelajaran bagi yang lain-lainnya." Dalam bulan-bulan terakhir ISIS mengklaim telah berada di belakang serangkaian serangan kepada mereka yang berpindah keyakinan dan minoritas di Bangladesh.   

Pantai Gading: Satu regu awak kapal berteriak "Allahu Akbar!" - "Allah Maha Besar!" - melompat ke pantai di kota peristirahatan Grand Bassam dan selanjutnya mengumpulkan dan membunuh turis-turis Kristen. Pada saat pasukan keamanan membunuh para teroris, 14 turis dan dua personel pasukan khusus sudah tewas, "semuanya orang Kristen," menurut laporan. Pada waktu itu, saksi-saksi mengatakan para penembak menangkap sepasang anak-anak, salah satunya berusia lima tahun. Seorang bersenjata "berjenggot panjang" mengancam mereka. Kedua anak laki-laki itu berlutut dalam doa, dan memohon diampuni nyawa mereka. Anak pertama tahu bagaimana mengucapkan doa Islam dengan hati, jadi dia diampuni, tapi anak lima tahun itu, anak Kristen, tidak punya harapan, dan ditembak mati. Foto-foto sesudah serangan itu menunjukkan mayat-mayat bergelimpangan di pantai, beberapa dari mereka dipercayai turis Perancis. Al-Qaeda di Maghreb, melalui media sosial, mengklaim bertanggung jawab atas serangan. Menurut laporan, "Pantai Gading menjadi target ekstremis Islam yang ingin menyebarkan Islam ke seluruh dunia. Sebelumnya hanya terbatas di wilayah gurun Sahara, Muslim baru-baru ini memulai kampanye agresif, ekspansi militan ke Afrika Tengah dan Barat."   Nigeria, dengan populasi 180 juta, dimana 90% warga adalah Muslim, menjalankan pengadilan sharia di 12 wilayah bagian utara, dan terjadi kasus-kasus dimana non-Muslim secara paksa dibawa ke depan pengadilan sharia dan menderita penghukuman seperti dipukul dengan tongkat, diamputasi dan dirajam karena menghujat dan tuduhan-tuduhan lain.  

 Milisi Fulani, yang dikategorikan sebagai kelompok teror paling kejam di dunia, telah membunuh lebih banyak dibandingkan al-Shabaab dan Boko Haram. Lebih dari 4.000 orang Kristen di Nigeria telah dibunuh karena alasan agama di tahun 2016, dan 198 gereja diserang, dirusak atau dihancurkan antara November 2014 hingga Oktober 2015.   Nigeria: Menurut laporan bulan Maret, sejak tahun 2000, sekitar 12.000 orang Kristen telah dibantai karena iman mereka dan 13.000 gereja dihancurkan, dan tidak hanya oleh organisasi teroris Muslim, Boko Haram: "Elite politik dan religius Muslim Utara juga merupakan aktor utama yang mentargetkan kekerasan terhadap minoritas Kristen." Sejak pertengahan Februari hingga pertengahan Maret saja, 500 petani Kristen telah dibantai oleh para gembala Muslim.   

Nigeria: Ibu tujuh anak "dimutilasi" oleh Muslim radikal di Nigeria karena berkhotbah secara terbuka tentang Injil Yesus Kristus. Seorang ibu Kristen dengan tujuh anak dicincang sampai mati diduga dilakukan oleh Muslim radikal di Nigeria dan penggalan kepalanya diletakkan di atas Alkitab, beserta potongan-potongan tubuhnya dalam kubangan darah dan megaphone yang dia gunakan untuk berkhotbah setiap pagi.   Menurut laporan lokal, Eunice Olawale, 41 tahun, seorang pendeta Gereja Redeemed Christian di Nigeria dan seorang penginjil, dibunuh pada pagi-pagi buta hari Sabtu ketika dia sedang menginjil di dekat ibu kota Nigeria, Abuja.   Suami Olawale, Olawale Elisha, mengatakan kepada media lokal bahwa istrinya meninggalkan rumah mereka kira-kira pukul 5.00 Sabtu pagi untuk berkhotbah di lingkungan itu, tetapi dia tidak pernah pulang kembali. 

Nigeria: Meskipun luasnya perhatian dan kecamanan internasional terhadap penculikan oleh Boko Haram terhadap hampir 300 gadis Nigeria (kebanyakan Kristen), pemerintah AS dan Inggris sebenarnya tahu persis di mana kebanyakan gadis-gadis ini berada, tetapi gagal melancarkan misi penyelamatan. Menurut Dr. Andrew Pocock, mantan komisioner tinggi Inggris untuk Nigeria.

 "Beberapa bulan sesudah penculikan, mata-mata udara Amerika di langit melihat kelompok terdiri dari hampir 80 gadis di suatu lokasi khusus di hutan Sambisa, di sekitar pohon yang sangat besar, yang dinamai dalam bahasa setempat Pohon Kehidupan, bersama bukti-bukti pergerakan kendaraan dan area perkemahan besar." Dia berkata gadis-gadis itu ada di sana setidaknya empat minggu, tapi pemerintah "tidak berdaya" untuk bertindak.   Serangan Terhadap Gereja Kristen Turki: Suatu tengah malam, empat pria Muslim pergi ke Gereja Agape di wilayah Laut Hitam dan mulai menggedor-gedor dan menendang pintu depan. Pengurus gereja dan beberapa anggota jemaat ada di dalam tapi menolak membuka pintu. Sesudah mereka memperhatikan bahwa mereka direkam kamera pengawas, para penyerang itu menghancurkan kamera dan melarikan diri. (Gambar pria yang menendang pintu bisa dilihat di sini). Menurut pendeta gereja, Pıçaklar,  

"Mereka menyerang kami mengetahui bahwa mereka akan tertangkap - mereka bahkan memandang kamera keamanan dan tersenyum. Belakang mereka pergi kepada polisi dan menyerahkan diri, dan hari ini mereka dibebaskan. Jadi apa yang harus aku perbuat [sebagai respon] terhadap orang-orang ini yang minum sampai mereka mabuk, dan ketika mereka tertangkap [menyerang bangunan gereja], bukannya takut dan sedih, tetapi berteriak, "Allahuu Akbar!"?"   Pendeta Pıçaklar mengatakan insiden ini bukan hanya "menendang pintu dan pergi. Orang-orang ini ingin mendobrak pintu dan masuk ke dalam untuk memukul seseorang atau menyerang dengan cara lain."   

Yunani: Gereja All Saints di Kallithea, wilayah Athena, dibakar. Dapur benar-benar musnah, tapi terima kasih kepada respon cepat tim pemadam kebakaran, api berhasil dipadamkan. Menurut para saksi, "Orang-orang berbahasa Arab" ada di belakang serangan pembakaran ini.   Kehidupan Minoritas Non Muslim di Negara Islam Republik Afrika Tengah: Pasukan Muslim mantan Seleka yang dominan, terus menyerang populasi sipil Kristen, dan antara Januari hingga April 2015 telah membunuh 1.269 orang Kristen. 

Somalia, dengan populasi lebih dari 10,4 juta, hampir seluruhnya Muslim, kekejaman kelompok Islam dan Al-Shabaab yang berafiliasi dengan Al-Qaeda menjalankan ajaran agamanya "dengan melakukan kekerasan, memutilasi, atau membunuh orang-orang yang dianggap berpindah dari Islam atau yang gagal berpegang pada prinsip-prinsip Islam," dikatakan sebuah laporan. Sejak 1993, ada kebijakan pembersihan agama dan kelompok itu telah mendeklarasikan "menginginkan Somalia bebas dari orang Kristen."   Iraq, dimana lebih dari 32,6 juta penduduknya Muslim, orang-orang Kristen dipaksa menjadi Islam, membayar pajak Jizya atau dibunuh. Komunitas Kristen berusia 2000 tahun di Iraq hampir punah, dikatakan laporan, dan diperkirakan jumlah orang-orang Kristen di Iraq telah merosot dari 1,2 juta pada tahun 1990, menjadi 500.000 tahun 2013, menjadi 260.000 tahun 2015.   Arab Saudi, dimana 27,3 juta penduduknya hampir semuanya Muslim (85% Sunni, 15% Syiah), larangan-larangan pemerintah Saudi merupakan "pelanggaran paling berat di seluruh dunia terhadap kebebasan beragama dan kepercayaan." Murtad, hujat, "sihir" dan perbedaan pendapat tanpa kekerasan, harus berhadapan dengan hukuman mati. Kegiatan agama selain Islam adalah ilegal – bahkan ibadah pribadi sangat dilarang. Warganegara diharuskan membawa kartu identitas yang mengklasifikasikan mereka sebagai Muslim atau non-Muslim. Dan setiap orang yang ingin menjadi warganegara Arab Saudi harus berpindah agama menjadi Islam. Sejak 2014, Kerajaan Arab Saudi mengklasifikasikan penghujatan dan atheisme sebagai terorisme. Kerajaan Arab Saudi juga mengkondisikan masyarakatnya melalui sistem pendidikan untuk memandang golongan Islam Syiah sebagai "sekte sesat."   Di Syria, yang sebagian besar penduduknya Muslim, telah berlangsung "pembersihan etnis dan agama secara brutal" oleh Negara Islam ISIS terhadap orang Kristen, Yazidi dan minoritas lain.   Pembantaian yang dijalankan Islamic State terhadap minoritas agama lain – kadangkala meliputi seluruh kota-kota – telah disebut "genosida" oleh beberapa lembaga internasional. Salah satu kekejaman terparah tahun 2015 terjadi di Palmyra, dimana 400 orang dibantai, kebanyakan wanita dan anak-anak. Di Aleppo, hanya tersisa 60.000 orang Kristen, yang dulunya 400.000 jiwa.   

Sudan, dimana 96% dari 35,5 juta penduduknya adalah Muslim, hujatan akan dihukum enam bulan penjara, dicambuk atau didenda. Memeluk agama baru tidak ilegal, tapi berpindah dari Islam ke agama lain, akan dihukum mati. Sejak 2011, lebih dari 170 orang ditangkap karena berusaha memberitakan Injil. Juni 2015, otoritas Sudan menangkap Fardos Al-Toum dan sembilan wanita lain di dalam gereja karena mereka memakai jeans dan baju panjang, dianggap sebagai perbuatan tidak pantas, dan Al-Toum dihukum 20 cambukan dan denda.   Sudan: Pendeta Ayoub Tilian, perantara Gereja Sudanese Church of Christ di wilayah Khartoum, ditangkap di kantornya dan dibawa ke lokasi tersembunyi. Dia akhirnya dibebaskan, tapi diperintahkan melaporkan diri setiap hari untuk diinterogasi oleh pejabat keamanan dari Keamanan Nasional Sudan dan Pejabat Intelijen, yang dijabat oleh kelompok Islam garis keras. Mereka dilaporkan tidak suka bahwa dia dapat mengatakan mengenai penganiayaan orang Kristen oleh pemerintah Sudan. Mendiskusikan insiden ini, sumber di wilayah itu mengatakan, "Hal-hal menjadi sangat sulit di sini di Sudan, sementara waktu demi waktu kami mendengar bahwa seorang pemimpin gereja ditangkap."   Iran, dimana jumlah Muslim mencapai 99% dari seluruh penduduk, komunitas Kristen menghadapi "penganiayaan sistematis" oleh rezim Iran dan sampai Februari 2015, sekitar 90 orang Kristen ditangkap dan dihukum penjara, atau menunggu pengadilan karena iman dan aktivitas-aktivitas mereka. Ada "peningkatan signifikan" serangan fisik dan pemukulan terhadap orang Kristen di penjara.   Iran: Seorang pendeta dan tiga orang Kristen, semuanya "mantan" Muslim, dijatuhi satu tahun penjara, dan dilarang menghadiri ibadah di gereja mana pun selama dua tahun. Mereka ditangkap sebelumnya saat sedang berlibur di Daniel-e Shoosh, di Iran selatan. Polisi rahasia berpakaian sipil mendatangi mereka dengan senjata, mengancam dan memukuli beberapa orang itu. Laporan itu tidak menyebutkan tuduhan kriminal apa yang diarahkan kepada mereka. Sepertinya, jika kasus ini merupakan dugaan tanpa bukti terhadap non-Muslim seperti kasus-kasus lainnya, mereka dihukum dibawah tuduhan bahwa mereka "ancaman keamanan terhadap negara."  

Uganda: Sesudah beberapa ancaman dan serangan - termasuk pemerkosaan terhadap anak perempuan 13 tahun - seorang ibu beserta lima anaknya, yang telah meninggalkan Islam dan memeluk Kristen, pergi dari desa mereka. Amina Napiya, janda 42 tahun, berpindah keyakinan ke Kristen tahun 2014, sesudah suaminya, Mohammed Dongo, meninggal. Dia dan keluarganya menjadi percaya secara diam-diam sampai permulaan 2016, ketika kerabat kelaurga mendapati bahwa mereka pengikut Kristus. Serangan segera terjadi sesudah dua sepeda motor milik almarhum suaminya dicuri pada Januari, rupanya oleh kerabat Muslim mereka. Mereka meninggalkan surat kaleng: "Kami telah mengambil sepeda motor, dan sebentar lagi kami akan datang mengambil nyawamu jika kamu terus mempermalukan agama keluarga. Kamu telah menjadi aib bagi keluarga sebagai keluarga Muslim."   

Sebulan kemudian, anak gadis Napiya diperkosa ketika mencari kayu bakar di dekat rumah mereka. Si pemerkosa berkata kepada gadis itu, "Ini peringatan kedua bagi ibumu karena mempermalukan iman Muslim."   Pada akhirnya, Napiya menerima surat kaleng, isinya, "Kami telah memperingatkan kamu beberapa kali, dan peringatan kami sampai kepada telinga yang tuli. Kami sedang dalam perjalanan untuk mendatangi kamu dan anak-anakmu." Wanita Kristen dan anak-anaknya itu melarikan diri dan terakhir dilaporkan hidup di jalanan yang menakutkan.   

Secara terpisah di Uganda, seorang pemuda Muslim yang berpindah menjadi Kristen diserang dan diputuskan hubungannya dengan keluarganya. Sesudah Mohammed Nsera lulus dari SMA tahun lalu, keluarga Muslimnya membangun sebuah rumah kecil baginya di pekarangan rumah mereka. Seminggu sesudah dia berpindah menjadi Kristen, keluarga Muslimnya membakar rumah itu. Menurut Mohammed Nsera, "Aku tidak bisa menyangkali Kristus saat ayahku bertanya apakah aku telah menjadi Kristen. Dengan bersukacita aku menjawab dia dengan pasti, "Ya." Pamanku, yang berjalan pakai tongkat, memukul punggungku, dan ayahku berusaha menarik pakaianku, tapi aku berhasil kabur dengan pakaian sobek-sobek dan punggung berdarah."   Sementara dia memulihkan diri di rumah seorang Kristen lain, 13 mil jauhnya, dia mendengar kabar bahwa keluarganya telah membakar rumahnya. "Aku menerima kabar bahwa orang tuaku, paman dan tetangga-tetangga Muslim lainnya mencari aku. Aku telah kehilangan semua harta bendaku, khususnya ijazahku." Sejak itu dia mengungsi di sebuah desa berjarak lebih dari 60 mil dari rumahnya.  


Pakistan: Seorang ibu Kristen, 30 tahun, dengan tiga anak diculik dan dipaksa melakukan perkawinan Islam. Ketika dia melarikan diri beberapa bulan kemudian, dia dikembalikan kepada penculiknya oleh keluarganya sendiri, dengan harapan bahwa itu akan meredakan penganiayaan dan penahanan anggota keluarga lainnya. Fouzia Sadiq, yang seluruh keluarganya bekerja sebagai buruk kontrak di Pattoki, diculik akhir Juli oleh tuan tanah Muslim tempat dia bekerja, Muhammed Nazir. Dia mengatakan kepada keluarganya supaya melupakan Fouzia karena wanita itu sekarang adalah "miliknya." Dengan bantuan keluarganya, wanita itu akhirnya meloloskan diri kembali kepada mereka. Suami yang menjadi penculiknya mengirim polisi mengejar dia. Mereka mengancam keluarganya, dan mengatakan bahwa mereka bisa menahan dan menyerahkan adik perempuannya kepada Nazir sebagai pemberian "ganti rugi." Menurut aktivis hak asasi manusia: "Keluarga ini harus melewati proses siksaan dalam membuat keputusan. Mereka tidak ingin menyerahkan putri mereka kembali tapi ancaman kepada keluarga mereka begitu hebat, termasuk tuduhan hukum melakukan penghujatan dan tuduhan penculikan terhadap Paris, kakak Fouzia, dan mereka benar-benar merasa tidak ada jalan keluar."   Fouzia adalah salah satu dari sekitar 700 gadis Kristen yang diculik dan dipaksa melakukan perkawinan Islam setiap tahunnya di Pakistan.  

Pakistan: Seorang pria Muslim menembak mati seorang remaja Kristen dan mengancam untuk memperkosa saudarinya, sesudah ibu mereka menolak dikawini di kota Qayum. Tersangka pria itu, Tahir Jutt, 57 tahun, yang dikenal "sejak lama tergila-gila" kepada Shazia Tahir, 42 tahun, berusaha mencampuri pertengkaran keluarga. Tahir menolak tawaran bantuannya. Belakangan hari itu, dia kembali ke rumah keluarga Tahir dan mulai menembaki anggota keluarga, membunuh Noel Tahir, 17 tahun, dan melukai beberapa lainnya, termasuk suami dan istri. Meskipun sudah ditahan oleh polisi, Jutt akhirnya dibebaskan, hanya untuk terus mengancam dan menteror keluarga Kristen ini. Menurut aktivis hak asasi: "Keluarga ini benar-benar sangat membutuhkan pertolongan, pelaku kekerasan tidak menunjukkan penyesalan atas kekejaman yang dia perbuat terhadap keluarga miskin ini, dan menambah ketakutan mereka dengan mengatakan bahwa dia akan mengulangi kekerasan itu jika mereka berani menantangnya di pengadilan. Polisi lokal amat sangat lamban dan malas dengan kasus ini, membiarkan Tuan Jutt memaksakan tekanan yang besar kepada keluarga yang sudah menderita karena pembunuh anaknya, secara tercela dibebaskan dengan jaminan."   

Pakistan: "Pemerintah Pakistan telah mengumumkan rencana untuk memaksakan kurikulum Islam kepada anak-anak muda dengan menjadikan pelajaran Quran wajib bagi semua murid-murid sekolah dan universitas, yang bertentangan dengan konstitusi negara dan ajaran Islam bahwa tidak boleh ada pemaksaan dalam iman. Ini merupakan eskalasi terakhir biasnya negara tersebut terhadap orang-orang Kristen, agama minoritas lain dan kelompok non-agama," kata Peter Tatchell, direktur organisasi hak asasi manusia, Peter Tatchell Foundation. "Orang-orang Kristen Pakistan, termasuk anak-anak, hidup di bawah ancaman penculikan, perkawinan paksa dan paksaan pindah agama ke dalam Islam. Beberapa di antaranya juga merupakan korban karena didakwa menghujat, dengan tuntutan hukuman mati. Terjadi serangan-serangan kekerasan secara tetap kepada keluarga-keluarga, rumah-rumah, toko-toko dan gereja-gereja Kristen."  

Belgia: Dewan imam Muslim Belgia menolak ajakan mendoakan korban-korban jiwa serangan teroris di Brussels di lapangan, karena dilarang untuk mendoakan jiwa-jiwa orang non-Muslim – "kafir," seperti tertulis dalam Quran: " Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam." (9:113)   

Sebaliknya, para sarjana Muslim merekomendasikan menggunakan tawriya - menggunakan kata-kata yang artinya satu hal bagi pendengarnya, dan hal lainnya bagi yang berbicara. Salah seorang imam Muslim mengatakan, "Kami tidak dapat berdoa bagi jiwa-jiwa non-Muslim, tapi jika kami melakukan ini, kami tidak harus menyebutnya doa. Kami dapat menyebutnya yang lain, 'solidaritas bagi keluarga korban.' Kami dapat berdiri bersama mereka dan mendukung mereka."  

 Seorang Imam Muslim lainnya menyatakan, "Karena ini peristiwa yang terjadi secara umum, dimana ada Muslim dan non-Muslim [sama-sama terluka], kami sampaikan kepada semua korban, harapan kedamaian, ampunan, dan kesehatan."   Ekstremis Muslim Nigeria Membantai Lebih Dari 10.000 Orang Kristen dan Menghancurkan 13.000 Gereja Boko Haram, kelompok ekstremis Islam Nigeria, telah membunuh lebih banyak orang atas nama jihad dibandingkan Islamic State (ISIS), menurut laporan terbaru. Sejak tahun 2000, ketika dua belas daerah bagian Nigeria Utara mulai memberlakukan atau memaksakan sepenuhnya hukum sharia Islam, "antara 9.000 sampai 11.500 orang Kristen" sudah dibunuh. Jumlah ini hanyalah "perkiraan konservatif."   Sebagai tambahan lain, "1,3 juta orang Kristen telah diusir atau dipaksa pindah ke tempat lain," dan "13.000 gereja telah ditutup dan/atau dihancurkan." Tidak terhitung dari "ribuan bisnis Kristen, rumah-rumah dan properti orang Kristen lainnya telah dihancurkan."   

Laporan itu menyebut sejumlah faktor-faktor lain yang menghubungkan pertumbuhan jihad di Nigeria dengan pertumbuhan jihad global. Kebangkitan anti-Kristen, supremasi Islam "tidak bertumbuh di Nigeria Utara hingga tahun 1980-an, ketika para sarjana dan pelajar-pelajar Nigeria kembali dari negara-negara Arab yang dipengaruhi oleh ajaran Wahhabi dan Salafi. Tiap tahun, ribuan Muslim Afrika Barat mendapatkan bea siswa gratis untuk mengejar pendidikan mereka di negara-negara Arab Sunni; ini mempunyai dampak besar terhadap budaya Nigeria."  


"Dampak besar" ini tidak terbatas hanya kepada Nigeria saja. Arab Saudi tiap tahun membelanjakan hingga US$ 100 milyar menyebarkan "ajaran Wahhabi dan Salafi" – atau apa yang disebut oleh Muslim yang semakin bertambah sebagai "Islam yang sebenarnya." Mereka juga melakukan hal yang sama melalui masjid-masjid di Eropa dan Amerika Serikat. Di belakang radikalisasi ISIS, Boko Haram, dan serangan Muslim-muslim perorangan, berdiri sahabat-sahabat Muslim terbaik Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.   Penemuan penting lain dari laporan tersebut mengatakan, "Tidak hanya Islam radikal, Boko Haram menjadi contoh paling jelas, tapi juga kelompok gembala Muslim Hausa-Fulani dan para elite politik dan religius Muslim Utara juga menjadi aktor utama kekerasan yang ditujukan kepada minoritas Kristen."   Yang terbaru, pada 2 Maret, pengacara hak asasi manusia Nigeria, Emmanuel Ogebe mengirim email mengatakan, "Aku tiba di Nigeria beberapa hari lalu untuk menyelidiki apa yang nampaknya pembantaian paling mengerikan oleh para gembala Muslim [Hausa-Fulani]... 

Lebih dari 500 penduduk desa Kristen dibantai dalam satu malam." 

 Berita yang sama, menurut sumber dari Afrika Barat, "Meskipun Boko Haram dikalahkan, masalahnya tidak akan terpecahkan. Orang-orang Kristen yang hidup di bawah hukum Sharia menghadapi diskriminasi dan marginalisasi dan memiliki akses terbatas atau bahkan tidak sama sekali terhadap hak-hak federal."   Laporan itu akhirnya menemukan bahwa sebagian besar kekerasan anti-Kristen berasal dari sejarah "migrasi Muslim ke dalam wilayah-wilayah non-Muslim di utara Nigeria untuk memperkenalkan kepercayaan Islam dan agenda penyebarannya di seluruh bagian utara Nigeria." Apa yang dialami orang-orang Kristen Nigeria merupakan perulangan sejarah dari apa yang dialami oleh jutaan orang Kristen atau non-Muslim lainnya sejak abad ketujuh, ketika Islam bermigrasi ke wilayah mereka: kekerasan, penganiayaan, perbudakan, dan penghancuran gereja-gereja.   

Semua penemuan-penemuan ini kontradiksi dengan pernyataan resmi Pemerintahan Administrasi Obama mengenai kerusuhan di Nigeria. Selama bertahun-tahun, pemerintahan Obama menolak untuk memasukkan Boko Haram - yang telah membantai lebih banyak orang Kristen dan para "murtadin" dibandingkan ISIS - sebagai organisasi teroris. Pada akhirnya Boko Haram dimasukkan daftar itu pada bulan November 2013, sesudah beberapa tahun tekanan dari para aktivis hak asasi manusia, legislatif dan para perunding.  

Meskipun demikian, Pemerintahan Administrasi Obama menolak untuk menghubungkan Boko Haram - organisasi yang mendefinisikan dirinya sendiri sebagai Islam sepenuhnya - dengan Islam, sama seperti menolak menghubungkan ISIS dengan Islam. Meskipun organisasi Boko Haram dan sekutu-sekutunya sebelum perayaan Paskah 2012, telah membunuh 39 jemaat Kristen, Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Urusan Afrika, Johnnie Carson mengatakan, "Aku ingin mengambil kesempatan ini untuk menekankan satu titik kunci dan bahwa agama tidak mendorong kekerasan ekstremis" di wilayah mayoritas Muslim di utara. 

Mantan Presiden Bill Clinton mengkaitkan kampanye pembantaian Boko Haram: karena "kesenjangan" dan "kemiskinan" yang "mengobarkan hal ini."   Penilaian ini sama dengan klaim Administrasi Obama bahwa "kurangnya kesempatan kerja" adalah yang menciptakan ISIS. John Brennan,direktur CIA – yang akhirnya menjadi mualaf – mengklaim bahwa ideologi jihad di seluruh dunia "disuburkan berulang kali oleh..., kamu tahu..., tekanan politik, oleh ekonomi..., kamu tahu..., kehilangan hak, karena, ...kamu tahu, ...kurangnya pendidikan dan ketidakperdulian, jadi ada – ada sejumlah fenomena sekarang ini yang aku pikir memperbesar api dari, ...kamu tahu, ...ideologi ini."  

Nasihat mantan Presiden Bill Clinton kepada pemerintah Nigeria "Hampir mustahil menyelesaikan masalah yang berbasis kekerasan dengan kekerasan." Sesudah jumlah tak terhitung dari kepala-kepala orang Kristen yang dipenggal kemudian, ketika pasukan Nigeria menewaskan 30 anggota Boko Haram dalam serangan besar yang dilakukan bulan Mei 2013, Reuter melaporkan bahwa Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry "mengeluarkan pernyataan keras" kepada presiden Nigeria, "Kami sangat prihatin," katanya, "oleh dugaan kredibel bahwa pasukan keamanan Nigeria telah melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia, yang pada akhirnya, hanya akan meningkatkan kekerasan dan menyuburkan ekstremisme" dari Boko Haram.   

Laporan tersebut menyimpulkan, Kehidupan Kristen di wilayah mayoritas Muslim di Nigeria, hanyalah sedikit contoh yang sedang terjadi di dunia. Orang-orang Kristen dianiaya dan dibunuh, gereja-gereja mereka ditutup, dibakar atau dibom. Berkat pembiayaan Petrodollar Arab Saudi, orang-orang yang berada di belakang penganiayaan ini hampir selalu "dipengaruhi oleh ajaran Wahhabi dan Salafi," dan tidak hanya termasuk para "ekstremis," tapi juga "para elite politik dan agama." Dalam semua kasus, Administrasi Obama memandang ke arah sebaliknya, bersikeras bahwa jihad merupakah hasil dari "kesenjangan," "kemiskinan" dan "kurangnya kesempatan kerja."  

Meskipun bukan dilakukan oleh sebagian besar Muslim – dan tidak semua Muslim menyetujuinya – penganiayaan terhadap orang-orang Kristen oleh gerakan Muslim radikal terus berkembang. Laporan tersebut menyampaikan fakta bahwa penganiayaan Muslim seperti demikian itu bukanlah terjadi secara acak melainkan sistematis, dan terjadi di semua etnis, bahasa dan geografis. Ini sejalan dengan rencana dan cita-cita masa depan Negara Islam – ISIS – untuk mendirikan kembali kekhalifahan dan menggenapi ramalan yang mereka miliki tentang pasukan yang berbaris di belakang bendera hitam Islam untuk menaklukkan Roma dan Yerusalem, di bawah pimpinan Imam Mahdi. Roma merupakan simbol Negara-negara Salib (Kristen), sedangkan Yerusalem merupakan simbol Yahudi.   

Di kalangan mereka ada kepercayaan terhadap ramalan hadits berumur 1400 tahun tentang datangnya Imam Mahdi, pemimpin pasukan Islam Akhir Zaman, seperti yang tertulis di dalam hadits Abu Huraira, di mana ia berkata: Rasulullah bersabda, “Dari Khorasan akan keluar panji-panji hitam yang tidak akan dikalahkan oleh siapa pun, sehingga panji-panji hitam tersebut ditancapkan di Iliya (Yerusalem)." 

Sumber: Sunan At-Tirmidhi 2269   Ketika tentara Muslim menaklukkan Yerusalem dari Kerajaan Byzantine tahun 638, mereka menyebut kota itu "Iliya," singkatan dari nama Romawi Kuno, Aelia Capitolina.   Hadits lain menyatakan, Dari Tsauban, ia berkata : “Rasulullah bersabda: “Jika kalian telah melihat panji-panji hitam telah datang dari Khorasan, maka datangilah ia karena padanya ada Khilafah Allah yakni Al-Mahdi.” Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan sesuatu yang aku tidak hafal, lalu bersabda: “maka jika kamu melihatnya, berbai’atlah kepadanya walaupun dengan merangkak di atas salju.” Sumber: Sunan Ibn Majah 4084   Khorasan adalah sebuah wilayah yang mencakup Afghanistan, Iran, dan Iraq.  

Mereka memandang Imam Mahdi sebagai juruselamat yang akan memimpin revolusi global dan mendirikan khalifah Islam. Mahdi artinya: "Guided One"; seseorang yang mendapat bimbingan dan hidayah (Allah). Mahdi akan memerintah dunia sebagai Khalifah Islam yang terakhir (khalifah adalah penguasa politik dan juga merupakan perwakilan spiritual Allah di bumi).   Mereka memandang Yesus (yang mereka sebut Isa) sebagai Masih atau Messias. Dalam eskatologi Islam, Mahdi akan datang bersamaan dengan waktu kembalinya Isa. Isa akan turun ke Bumi di Syria, timur Damaskus, berpakaian jubah kuning, dan akan mendampingi Mahdi, yang akan memerintah atas seluruh dunia selama tujuh tahun (atau dalam beberapa tradisi Islam lainnya, sembilan atau 19 tahun). Pada akhir kekuasaan Mahdi, akan ada Hari Penghakiman bagi seluruh umat manusia.   Mahdi akan memaksa semua orang non-Muslim untuk berpindah menjadi Islam. Mahdi akan menjadikan Yerusalem sebagai ibu kotanya, dari mana dia akan memerintah dunia.   

Sarjana Islam, Muhammad ibn Izzat dan Muhammad Arif menulis dalam Al Mahdi and End of Time, "Mahdi akan berkemenangan dan memusnahkan babi-babi dan anjing-anjing dan ilah-ilah zaman ini, sehingga sekali lagi akan ada khalifah berdasarkan kenabian dan hadith... Yerusalem akan menjadi lokasi khalifah yang benar dan pusat kekuasaan Islam, yang akan dipimpin oleh Imam al-Mahdi... Ini akan memusnahkan kepemimpinan Yahudi... dan mengakhiri dominasi Satan yang meludahkan kejahatan kepada orang-orang dan menyebabkan kerusakan di bumi, menjadikan mereka budak-budak ilah-ilah palsu dan memerintah dunia dengan hukum-hukum selain Sharia dari Allah."  

Rasul Yohanes dalam penglihatannya di Pulau Patmos, menuliskan dalam Kitab Wahyu, ketika Anak Domba Elohim membuka meterai yang pertama: Dan aku melihat ketika Anak Domba itu membuka satu dari meterai-meterai itu, dan aku mendengar satu dari keempat makhluk hidup itu yang berkata bagaikan bunyi guntur, “Marilah dan lihatlah!” Dan aku melihat, dan lihatlah: seekor kuda putih dan dia yang menunggang di atasnya yang memegang sebuah busur, dan kepadanya diberikan sebuah mahkota, dan dia keluar untuk menaklukkan, bahkan agar dia dapat menaklukkan. Wahyu 6:1-2 (ILT)   

Serangan Teroris Islam Radikal Sepanjang 2016 

Dalam kurun waktu 7 bulan sepanjang tahun 2016 ini, sudah terjadi lebih dari 1.268 serangan teroris Muslim radikal di 50 negara, dimana korban tewas mencapai 11.664 orang dan 14.087 lainnya luka-luka. Belum termasuk serangan di Nice, Perancis, di mana seorang seorang sopir, Mohamed Lahouaiej Bouhlel, 31 tahun – yang diakui sebagai prajurit ISIS – mengendarai truk seberat 25 ton dengan kecepatan tinggi, sambil berteriak, "Allahu Akbar," menabrak dan melindas kerumunan orang sepanjang 2 kilometer, yang sedang berpawai memperingati hari kemerdekaan Perancis, Bastille Day di jalanan; 84 orang termasuk 10 anak-anak tewas.   

"Aku salah satu hamba-hamba Allah. Kami melakukan tugas peperangan kami demi agama Allah. Juga tugas kami untuk menyerukan panggilan kepada semua orang di dunia untuk menikmati cahaya besar ini dan memeluk Islam dan mengalami kebahagiaan dalam Islam… Misi utama kami bukan lain dari memajukan agama ini." Osama bin Laden, Mei 1998

Tidak ada komentar: