Ini adalah seri kisah perjuangan orang-orang Kristen di China
pada masa giat-giatnya tentara merah [red guard] melakukan pembunuhan kepada
para penyembah Kristus. Seri ini merupakan sepenggal kisah nyata yang merupakan
bagian dari keseluruhan kisah para martir Kristen di seluruh dunia termasuk di
Timur Tengah. Sejujurnya sebagai orang Kristen kita harus menghargai perjuangan
mereka dimasa lalu, sekarang dan dimasa mendatang. Mereka adalah orang-orang
yang secara langsung mengalami aniaya karena Iman mereka yang mana menganggap
Yesus Kristus sebagai Tuhan. Didalam pemikiran seorang martir Kristen
mengandung semangat besar, yang terkandung suatu pemahaman mutlak, yaitu hidup
untuk mengabarkan firman dan kalau mati karena memperjuangkan iman dan firman
adalah merupakan suatu keuntungan dikarenakan mereka sangat merindukan untuk
berjumpa dengan juruselamat kita Tuhan Yesus Kristus. Semoga kesaksian yang
disajikan dibawah ini dapat memperkuat iman kita didalam menghadapi berbagai
halangan, rintangan, masalah, dan beragam pencobaan selama kita hidup di dunia
ini. Amen …
KEADAAN YANG BURUK DI PENJARA
Ruth duduk di atas lantai yang kotor. Perasaannya dipenuhi
keinginan untuk memberontak karena bau busuk yang begitu menyengat dan meliputi
udara di dalam sel. Ruth tidak bisa mengingat bau benda apa yang lebih busuk
dari bau ruangan ini. Di dalam sel ini tidak ada toilet, bahkan tidak ada satu
lubang kecil untuk pembuangan kotoran. Sedikitpun tidak tersedia air di tempat
itu. Di Cina, khususnya selama masa kebrutalan revolusi kebudayaan, para
tahanan benar-benar tidak diperhatikan. Ruth bisa merasakan binatang-binatang
kecil merayapi tubuhnya seperti laba-laba, kecoa, dan tikus. Nyamuk-nyamuk yang
haus akan darah berdesingan di mana-mana. Kegelapan meliputi tempat itu. Begitu
gelapnya sampai Ruth tidak bisa melihat orang-orang yang ada di sekelilingnya.
Pikirannya sedang melamunkan tiga orang anaknya, Daniel 10 tahun, Joseph 8
tahun, dan Mary 5 tahun, yang ditinggal sendirian di rumah. Ruth bersama dengan
suaminya, Michael, telah ditawan dan dimasukkan ke dalam sel tahanan.
TRAGEDI YANG MENGENASKAN
Dalam kegelapan itu, tiba-tiba ada suara seorang teman yang
bertanya, “Apakah kamu punya anak?” Mendengar pertanyaan yang seakan-akan
mengerti pikiran dan perasaannya, Ruth menjawab, “Ya, ada tiga orang.
Sebenarnya saya telah melahirkan empat orang anak, namun seorang di antaranya
telah mati.” “Apa yang terjadi?” Ruth tidak bisa menjawab. Untuk sesaat air
matanya mengalir membasahi pipinya. “Tuhan, tolonglah aku untuk mempermuliakan
Engkau dalam segala sesuatu,” dia berdoa. Akhirnya dia mulai menceritakan kisah
tragis yang menimpa anaknya ini. Dengan suara pilu dia berkata, “Peter,” Ruth
menyebut nama anaknya ini, “Tiga tahun yang lalu ketika dia berumur 11 tahun,
rumah kami digeledah dan didatangi oleh Tentara Merah (Red Guards). Ada
beratus-ratus orang yang datang dan memeriksa tempat kami. Mereka telah
mengetahui bahwa saya dan suami saya adalah seorang pemimpin dari banyak
‘gereja rumah’ di daerah itu.
Mereka menendang roboh pintu rumah kami, mengikat suami saya
dan menggunduli kepala kami berdua. Mereka menodongkan senjata di atas ke
kepala kami dan berteriak, “Di mana Alkitabmu? Di mana rekan-rekan yang
bersamamu? Dimana kamu melakukan pertemuan?” Karena kami menolak untuk
menjawab, mereka mulai menghancurkan perabot-perabot rumah kami dan seisi rumah
kami diporak-porandakan. Untuk tiga hari tiga malam kami tidak diizinkan makan,
minum, atau tidur. Mereka melihat empat orang anak kami dan mereka membariskan
mereka di atas bangku.
Ketika anak kami kelelahan, mereka memukuli anak-anak kami
dan memerintahkan untuk terus berdiri di atas bangku. Karena saya dan suami
saya tidak mau menajwab saat ditanyai, maka Tentara Merah mulai menginterogasi
anak-anak kami. Tetapi anak-anak kami juga menolak untuk bekerja sama. Mereka
mengetahui bahwa hidup atau mati, mereka harus mengakui nama Tuhan Yesus dan
jangan pernah menyebutkan nama atau identitas rekan-rekan pekerja Kristen yang
lain. Dengan kasar mereka mulai memukuli anak kami lagi. Peter diseret keluar
rumah dan giginya mulai dicabuti. Dia dipukuli hingga berdarah.
Akhirnya mereka melemparkan dan meninggalkan tubuhnya yang
sudah lumpuh di atas lantai. Suami saya dibawa dan dipekerjakan secara paksa di
kamp militer pekerja berat. Saya segera membawa Peter ke rumah sakit. Dokter
mengatakan tidak ada harapan karena anak ini telah banyak mengeluarkan darah.
Saya diberitahu untuk mempersiapkan pemakaman baginya. Mereka juga telah
memberikan surat-surat yang diperlukan untuk proses pemakaman. Pihak yang
berwenang mengizinkan suami saya untuk meninggalkan kamp kerja paksa untuk sesaat
dan menjenguk Peter di saat menit-menit terakhir sebelum Peter dijemput Tuhan.
Ketika melihat ayahnya datang, Peter sangat gembira. “Ayah
dan ibu,” katanya, “Banyak orang yang mengenakan jubah hitam saat mereka mati,
tetapi saya ingin berpakaian jubah putih, supaya saya kelihatan indah saat
bertemu dengan Tuhan Yesus.” Kami menangis dan sangat berduka karena dia. Dan
kami berdoa bersama-sama supaya nama Allah dipermuliakan.
Karena musim hujan pada waktu itu, maka semua jendela di
tempat itu ditutup. Tetapi ketika kami selesai berdoa, satu jendela terbuka dan
ada angin sejuk berhembus masuk memenuhi ruangan. Roh penghibur datang memasuki
hati kami. Peter berbisik perlahan, “Yesus telah datang untuk membawaku pulang.
Selamat tinggal.” Wajahnya dipenuhi dengan sukacita. Bahkan dokter yang hadir
saat itu digerakkan untuk berkomentar, “Saya belum pernah melihat orang yang
mati penuh kedamaian seperti ini.”
Ketika kami pulang ke rumah, anak-anak kami yang lebih muda
dari Peter mengagetkan kami dengan kegembiraan yang luar biasa. Mereka berkata,
“Kami tidak bisa tidur, karena kami melihat kumpulan besar malaikat-malaikat di
sekeliling rumah. Mereka membawa alat-alat musik dan menyanyi untuk kami.
Mereka mengatakan bahwa mereka datang untuk membawa Peter bersama-sama dengan
mereka ke Sorga.”
Saya menjelaskan, “Kakakmu telah pergi bersama-sama dengan
Tuhan Yesus.” Dan mereka semua menangis. Peter begitu mengasihi adik-adiknya
ini dan mereka juga membalas kasihnya dengan rasa sayang yang sangat besar.”
MENGGANTI KEBENCIAN DENGAN KASIH
Ada kesunyian yang panjang dalam sel itu. Tetapi kemudian
Ruth mulai bisa mendengar suara tangisan yang berasal dari berbagai tempat di
sel gelap itu. Tiba-tiba terdengar suara teriakan kemarahan, “Terkutuklah
orang-orang Tentara Merah! Kenapa mereka melakukan hal yang keji seperti ini?
Saya berharap bisa mencekik leher orang-orang ini dan membunuh mereka!”
“Jangan! Jangan!”
Ruth berteriak, “Kalian jangan membenci mereka. Ini adalah
dendam dan lingkaran kepahitan. Yesus mengajarkan supaya kita mengasihi semua
orang bahkan mengasihi musuh-musuh kita. Setiap hari saya berdoa untuk
Tentara-Tentara Merah ini, supaya mereka segera menemukan dan mengenal Yesus.
Dengan cara yang sama, saya juga telah berdoa bagi kalian semua. Kalian semua
juga kekasih-kekasih yang dicintai Tuhan Yesus.” “Hah!” cetus seseorang dengan
geram, “Kalau Yesus sungguh-sungguh mengasihi saya, kenapa saya ada di sini, di
dalam sel yang kumuh ini?” Ruth mulai menjelaskan bagaimana sel yang kotor ini
sama seperti dosa mereka. Hanya Salib Yesus yang sanggup menjembatani jurang
antara orang-orang berdosa dengan Allah yang kudus. Yang mereka butuhkan adalah
mengakui dosa-dosa mereka dan meminta Yesus menjadikan mereka manusia yang
baru. Sekali lagi ada kesunyian yang panjang dalam penjara itu.
Dan satu persatu anggota sel itu mulai bertekuk lutut di
sampingnya, penuh tangisan mengakui dengan keras segala dosa-dosa mereka dan
memohon Yesus menyucikannya. “Terima kasih, Tuhan,” Ruth berdoa, “Sungguh
Engkau bisa mengubahkan segala sesuatunya menjadi baik.”
Kesaksian ini menggambarkan betapa hebatnya aniaya dan
penderitaan yang dialami gereja-gereja Tuhan di Cina. Namun semua yang dialami
orang-orang ini seakan-akan memancarkan kemuliaan Tuhan yang semakin terang dan
menjadi kesaksian atas seluruh bangsa di dunia. Keteguhan iman mereka teruji
dalam dapur api.
Mereka bukan Cuma mengakui Yesus dengan mulut mereka, tetapi
mereka membayar pengakuan mereka ini dengan aniaya dan penderitaan. Mereka
belum pernah merasakan datang ke gereja tiap Minggu, bernyanyi memuji Tuhan,
bersukacita, dan mengharapkan untuk hidup dalam kelimpahan. Yang ada pada
mereka adalah gereja bawah tanah dan ibadah yang sembunyi-sembunyi.
Mereka dikejar-kejar oleh tentara militer, dan rawan dengan
aniaya. Pengakuan iman mereka teruji dengan tindakan yang nyata. Kuasa Injil
betul-betul dinyatakan dalam kehidupan mereka. Mereka mempertahankan iman
dengan nyawa mereka. Tidak ada sesuatupun yang dapat menggoyahkan iman mereka
di dalam Tuhan. Iman seperti inilah yang dicari Tuhan.
“… Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia
mendapati iman di bumi?” (Lukas 18:8)
PENGINJIL di CINA MEMBUTUHKAN DOA SAUDARA
“Saya begitu sendirian. Saya menghadapi pikiran untuk bunuh
diri ketika tidak bisa tidur setiap malamnya. Saya sangat merindukan untuk
memenangkan banyak jiwa bagi Tuhan, namun tidak seorangpun yang mau mendengar.
Semua orang memandang rendah dan meremehkan saya. Penghiburan saya hanyalah
Yesus yang telah mengalami dan menjalani semuanya ini, penderitaan, aniaya, diremehkan,
dan direndahkan.” Bagian dari surat penginjil Cina ini memberikan gambaran
bahwa banyak daerah-daerah di Cina yang belum meresponi panggilan Tuhan.
Bahkan kalau seandainya kita memasukkan 70 juta orang Cina
Kristen (orang yang meresponi Injil Kristus) dalam hitungan, hitungan ini hanya
mencapai kurang dari 7% saja orang Cina yang percaya dan meresponi Injil
Kristus. Berdoalah supaya Tuhan meneguhkan setiap penginjil-penginjil yang
melayani desa-desa kecil di seluruh Cina, supaya mereka berada dalam kondisi
rohani yang berapi-api.
Tragisnya, orang yang menulis surat ini telah dikubur
bertahun-tahun yang lalu. Tidak ada seorangpun yang tahu apakah ia bunuh diri
atau dibunuh.
“Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh
perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai
ke dalam maut.” (Wahyu 12:11).
Roh Tuhan ALLAH ada padaku, oleh karena TUHAN telah mengurapi
aku; Ia telah mengutus aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang
sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan
pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung
kelepasan dari penjara, (Yesaya 61:1).
Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan
nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan
memperolehnya. (Matius 10:39).
Tuhan Yesus memberkati. Amen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar